Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 09 Januari 2025 | 19:00 WIB
Tangkapan layar diskusi bersama Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H, Kamis (9/1/2025).

SuaraJawaTengah.id - Korupsi masih subur di Indonesia, meskipun berkali-kali ada yang ditangkap tetapi belum berhenti. Sehingga perlu cara lain di antaranya melalui wacana denda damai bagi koruptor dengan payung hukum yang kuat.

"Korupsi itu extraordinary crime. Hasilnya pemberantasan stagnan di situ. Tidak mengecil. Politisi kena korupsi, besok ada lagi. Begitu juga bankir ditangkap ada lagi. Tidak tobat. Artinya penghukuman badan tak jera. Harus ada another way," kata Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H, Kamis (9/1/2025).

Itu disampaikan dalam Diskusi Bareng bertema 'Denda Damai untuk Koruptor, Apakah Bisa dan Layak?' yang digelar lembaga Jarcomm (Jejaring Analiytics, Research and Communication Consulting) melalui Webinar.

Pujiyono menerangkan, jika jangan salah kaprah dalam menerjemahkan denda damai. Di mana denda damai bukan berarti koruptor langsung diminta bayar, terus dianggap selesai. Tidak demikian konsepnya.

Baca Juga: Kebumen Jadi Titik Konsentrasi Hujan Lebat di Awal Januari 2025

"Maka denda pengampunan sebagai cara untuk mengatasi stagnasi penanganan korupsi merupakan ide baik. Tapi kita tidak boleh terjebak pada denda saja. Jangan berhenti gagasannya. Ada terobosan jalan," kata Pujiyono. 

Dia menlanjutkan, maka denda damai harus punya landasan hukum yang kuat. Di antaranya selama ini familiar dengan restoratif justice, sebagai formula untuk mencari keadilan yang biasanya dilakukan dalam kejahatan tindak pidana umum. 

Lantas apakah untuk kejahatan tindak pidana korupsi (Tipikor) bisa menggunakan restoratif jutice?. Sebagai sebuah terobosan baru hukuman?.

"Saya kira bisa ditempuh restoratif justice, cuma harus diatur sedemikian rupa. Jadi yang tepat sebenarnya bukan denda damai, tapi saya lebih mendukung restoratif justice," ungkapnya.

"Jadi rasa malu koruptor ada dan jera juga harus ditonjolkan. Jadi hal-hal teknis itu yang harus dibicarakan secara jelas. Berapa nilai pengembalian, bentuknya bagaimana apakah ditambah kerja sosial, bagaimana membuat unsur malu dan seterusnya," jelas dia.

Baca Juga: Waspada! Semarang Diguyur Hujan, BMKG Imbau Warga Berhati-hati

Lantas, apakah denda damai akan meniadakan hukuman badan? Menurutnya, hukuman tetap dijalankan, tetapi juga bisa diganti. Prinsipnya adalah membuat unsur jera dan malu koruptor. 

"Kalau hukuman badan gak membuat malu koruptor seperti yang terjadi selama ini, ya sama saja. Artinya koruptor selama ini gak ngaruh dipenjara. Maka harus dicarikan terobosan baru agar malu. Termasuk apakah denda koruptor itu hanya untuk kasus kecil saja atau bagaimana perlu dirumuskan teknis," paparnya. 

Pembicara lain, Pakar Ekonomi, Prof. Dr. Izza Mafruhah, SE, M.Si meminta konsep denda damai harus dirinci. Karena jangan sampai menjadi masalah baru terjadi korupsi lain. Uang sitaan dari kejahatan koruptor harus jelas larinya ke negara.

"Di luar negeri ada denda pengampunan, tetapi pengambilannya harta yang dikorupsi harus maksimal. Sejauh mana regulasi di Indonesia efektif. Dampak bagi perekenomian harus ada. Harus ditangani serius sehingga memberikan kepercayaan investiasi dan masyarakat," kata dia.

Dia menyoroti, jika dari waktu ke waktu korupsi terus menjamur dari level atas sampai bawah. Bahkan sampai kepada kepala desa (kades) yang tejerat dana desa banyak. Meskipun tidak jumbo tapi besar karena menganggu pembangunan desa.

Dia mencontohkan, di Tingkok korupsi Rp 215 juta dihukum mati. Apalagi dengan angka Rp 43 miliar. Kemudian di Taiwan korupsi dana kemanusian atau soal dihukuman mati karena banyak bencana alam. Bahkann di AS koruptor divonis 5 tahun dan didenda US$ 2 juta dan korupsi berat 20 tahun penjara. 

"Di kita (Indonesia), banyak itu koruptor keluar penjara masih kaya. Denda kecil dan penjara singkat justru hanya membuat masyarakat sakit hati. Misal yang korupsi kemarin sampai ratusan triliun. Masak denda Rp210 milar. Denda gak sampai 1 persen dari kerugian yang dirugikan," tuturnya.

Load More