Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 11 Februari 2025 | 19:13 WIB
Ilustrasi hukum. [Shutterstock]

SuaraJawaTengah.id - Revisi Undang-undang (UU) Kejaksaan dipastikan tidak akan membuat jaksa kebal hukum, abuse of power apalagi mengambil peran penyidik di kepolisian.

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Pujiyono Suwadi menerangkan, setelah RUU terkait perubahan kedua atas UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan dan RUU perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 memang muncul perdebatan.

"Ada dua kekhawatiran yang dimunculkan oleh pihak tertentu. Yakni jaksa dianggap mengambil peran penyidik dan dituduh punya hak imunitas," ungkap dia dalam diskusi Lembaga Jarcomm bertema Menguji Urgensi Penguatan Lembaga Kejaksaan terhadap revisi UU Nor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan, Selasa (11/2/2025).

Lebih lanjut dia menekankan, dalam revisi itu tidak ada pasal yang mengatur mengenai pengambilalihan peran penyidik Kepolisian oleh Kejaksaan dalam UU Kejaksaan.

Baca Juga: Jelang Gubernur Baru, Nana Sudjana Berharap ASN Jateng Pertahankan Kinerja Gemilang

Adapun revisi ini mendorong ditingkatkanya koordinasi dan supervisi dalam proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagai bagian dari Integrated Criminal Justice System (ICJS).

Karena itu distribusi kewenangan pada ICJS adalah legitimatif terhadap prinsip koordinasi dan kooperasi antara dua pilar penegak hukum, polisi dan jaksa. Model ini bisa meminimalisasi ego sektoral antara dua lembaga.

"Tuduhan-tuduhan tak benar. Coba baca dan pahami pasalnya. Jadi revisi bertujuan untuk lebih melayani para pencari keadilan, melindungi dan menjaga demokrasi. Juga mencegah penegak hukum jadi alat politik," ungkap dia.

Kemudian terkait revisi juga dianggap memberikan kekebalan hukum bagi jaksa atau hak imunitas karena dengan aturan baru dan seorang jaksa tidak bisa diperiksa tanpa izin dari Jaksa Agung, menurut Pujiyono tidak seperti itu.

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Pujiyono Suwadi saat memberikan pemaparan melalui zoom pada Selasa (11/2/2025). [Tangkapan layar Zoom]

Karena tidak ada perubahan mengenai kata 'Izin Jaksa Agung' dalam ayat 4 UU nomor 16 tahun 2004 dan ayat 5 UU nomor 11 tahun 2021.

Baca Juga: Cuaca Semarang Berpotensi Hujan Petir, Warga Diminta Waspada

"Yang diributkan yakni dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung. Itu ada sejak UU sebelumnya," akunya.

"Tidak ada abuse of power. Buktinya kemarin-kemarin jaksa yang melakukan kesalahan atau tindak pidana tetap bisa dihukum atau bisa dipenjara. Ada Kajari Bondowoso hingga kasus Jaksa Urip. Semua diproses kan? tidak ada yang kebal hukum," terang dia.

Dia menambahkan, namun demikian kewenangan Kejaksaan yang diperluas, tidak akan menimbulkan monopoli kekuasaan pendakwaan/penuntutan yang absolut. Selain itu Kejaksaan yang menempati posisi sebagai instansi kunci, rawan terjadi kriminalisasi bahkan serangan balik dari pelaku kejahatan, apalagi koruptor.

"Jadi, pasal ini (8 dalam UU nomor 1 tahun 2021) memberikan perlindungan dalam menjalankan tugas. Tidak di luar itu. Sama halnya dengan UU Kehakiman yang justru lebih clear dalam perlindungan pada hakim," paparnya.

Menurutnya dengan penguatan Kejaksaan melalui revisi UU yang masuk Prolegnas 2025, akan membuat Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin tambah gesit menyikat kasus-kasus merugikan negara. Seperti yang sudah dilakukan mengungkap korupsi besar PT Timah, Crazy Rich Surabaya vs PT Antam, PT Asuransi Jiwasraya, Bakti Kominfo hingga impor gula.

Bahkan Kejaksaan Agung menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI) menempati posisi tertinggi sebagai lembaga penegak hukum yang dipercaya oleh masyarakat dengan angka 77 persen untuk penegakan hukum selama 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Itu mengungguli Kehakiman, KPK hingga Polri.

"Korupsinya ratusan triliun bisa diungkap ke publik. Bisa mengembalikan uang negara yang dikorupsi koruptor. Ini berkat ketegasan Kejagung," jelasnya.

Pengamat Hukum UNS, Rahayu Subekti menyanggah pernyataan beberapa waklu lalu di media olah eks Komisioner KPK, Saut Situmorang soal pasal 8 ayat 5 yakni soal pemanggilan jaksa dilakukan atas izin Jaksa Agung dan hak imunitas. Di mana pasal itu merujuk pada asas hirarki yakni yang atas mengawasi yang bawah.

"Padahal dalam perubahan sama sekali bukan hak imunitas artinya jaksa tetap tidak kebal hukum," ungkap dia.

Sementara itu Pegiat Anti Korupsi, Alif Basuki menjelaskan, kejaksaan mengambil peran penting dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Revisi UU Kejaksaan itu menurutnya untuk pembaruan sistem koordinasi antara Kejaksaan dengan kepolisian dalam penanganan perkara hukum.

"Polemik revisi UU Kejaksaan saya berharap jadi pintu masuk agar peran dan posisi Kejaksaan diperkuat. Karena dalam kurun waktu terakhir ini kinerja diapresiasi. Ada kasus-kasus korupsi besar yang diungkap," kata dia.

Load More