Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 29 Maret 2025 | 10:50 WIB
Fakta Sejarah dan Tradisi Mudik Lebaran 2025 yang Jarang Diketahui
Ilustrasi lebaran 2025 [ChatGPT]

SuaraJawaTengah.id - Mudik Lebaran 2025 merupakan salah satu tradisi tahunan yang sangat dinantikan oleh masyarakat Indonesia. Setiap menjelang Idul Fitri, jutaan perantau dari berbagai kota besar kembali ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga.

Tradisi mudik ini tidak hanya menjadi momen silaturahmi, tetapi juga mencerminkan budaya gotong royong dan kekeluargaan yang kuat. Namun, bagaimana sejarah mudik di Indonesia? Dari mana asal-usul istilah mudik? Berikut penjelasannya.

Asal-usul dan Makna Mudik

Mudik berasal dari bahasa Jawa mulih dilik, yang berarti pulang sebentar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mudik memiliki dua makna utama:

  • Berlayar atau pergi ke bagian hulu sungai atau daerah pedalaman.
  • Pulang ke kampung halaman, terutama menjelang perayaan besar seperti Lebaran.

Menurut Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra, antropolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), istilah mudik berasal dari bahasa Melayu "udik," yang berarti hulu atau ujung.

Di masa lalu, masyarakat Melayu sering bepergian dari hulu ke hilir sungai untuk berdagang atau mencari nafkah, kemudian kembali ke hulu pada sore hari.

Konsep ini terus berkembang, terutama saat urbanisasi mulai meningkat. Banyak orang merantau ke kota besar untuk mencari penghidupan, dan saat hari raya tiba, mereka kembali ke kampung halaman untuk berkumpul dengan keluarga.

Sejarah Mudik di Indonesia

Fenomena mudik mulai dikenal luas sejak tahun 1970-an, ketika Jakarta berkembang menjadi pusat ekonomi terbesar di Indonesia. Banyak orang dari berbagai daerah merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik.

Baca Juga: Waspada! 3 Titik Maut Purbalingga Mengintai Pemudik Lebaran 2025

Mereka bekerja di berbagai sektor, seperti pemerintahan, swasta, industri, dan perdagangan. Ketika libur panjang tiba, mereka kembali ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran bersama keluarga, dan fenomena ini dikenal sebagai mudik.

Pada era 1980-an hingga 1990-an, pemerintah mulai menyadari pentingnya mudik dan mulai mengembangkan berbagai infrastruktur pendukung. Transportasi darat seperti bus, kereta api, dan kendaraan pribadi menjadi pilihan utama masyarakat untuk mudik.

Seiring berjalannya waktu, jalur udara dan laut juga mulai banyak dimanfaatkan untuk perjalanan mudik.

Pada 2000-an, kemacetan menjadi tantangan utama dalam perjalanan mudik. Oleh karena itu, pemerintah mulai membangun jalan tol baru, memperbaiki jaringan transportasi umum, dan menyediakan layanan mudik gratis bagi masyarakat kurang mampu.

Hingga kini, tradisi mudik terus berkembang dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia.

Mudik Lebaran 2025: Prediksi dan Tantangan

Load More