Budi Arista Romadhoni
Kamis, 22 Mei 2025 | 20:58 WIB
Ilustrasi Rumah Sakit. Menghapus sistem kelas rawat inap dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan menggantinya dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) satu ruang perawatan, menuai gelombang penolakan. (Unsplash)

SuaraJawaTengah.id - Rencana pemerintah untuk menghapus sistem kelas rawat inap dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan menggantinya dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) satu ruang perawatan, menuai gelombang penolakan dari kalangan pekerja dan buruh.

Forum Jaminan Sosial (Jamsos) Pekerja dan Buruh menilai kebijakan ini tidak hanya sepihak, tetapi juga mengabaikan partisipasi kelompok pekerja sebagai salah satu kontributor utama iuran JKN.

Dalam siaran pers yang disampaikan kepada media, Forum Jamsos Pekerja dan Buruh, yang merupakan aliansi lintas serikat pekerja di tingkat nasional, menyampaikan keprihatinan mereka terhadap implementasi KRIS yang dijadwalkan berlaku mulai 1 Juli 2025.

Kebijakan tersebut dianggap dapat menurunkan kualitas layanan kesehatan yang selama ini telah diakses oleh para pekerja dan buruh.

“Tidak pernah ada keluhan dari pekerja terkait kelas rawat inap 1, 2, dan 3. Saat ini Pekerja/buruh memiliki hak pelayanan rawat inap di kelas 1 atau 2 yang jumlah tempat tidurnya antara satu sampai tiga tempat tidur, sehingga bila nanti diturunkan ke empat tempat tidur maka ini akan menurunkan kualitas layanan kepada pekerja/buruh dan keluarganya. Pekerja/Buruh sudah membayar iuran cukup besar untuk iuran Program JKN,” tegas Jusuf Rizal, Koordinator Forum Jamsos Pekerja dan Buruh dikutip dari keterangan tertulis pada Kamis (22/5/2025).

Jusuf menekankan bahwa sistem kelas dalam JKN selama ini telah memberikan fleksibilitas dan rasa keadilan bagi peserta.

Ia khawatir, dengan diberlakukannya KRIS satu kelas, tidak hanya akan terjadi penurunan kualitas pelayanan, tetapi juga potensi peningkatan biaya yang harus ditanggung langsung oleh peserta, atau out of pocket cost.

Lebih jauh, Forum Jamsos menyoroti risiko ketimpangan layanan serta kekacauan dalam sistem rujukan dan penempatan ruang rawat inap.

Jika seluruh peserta JKN harus menggunakan satu kelas layanan, dikhawatirkan fasilitas rumah sakit tidak akan mampu menampung lonjakan permintaan, mengingat keterbatasan ruang dan tempat tidur yang ada.

Baca Juga: Antre Berobat di RS Tak Perlu Datang Pagi Buta, Bisa Akses Melalui Aplikasi Mobile JKN

"Forum Jamsos Pekerja dan Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja menolak KRIS satu ruang perawatan dan sistem iuran tunggal, serta meminta Presiden Prabowo Subianto mengkaji ulang kebijakan jaminan sosial agar tidak menyulitkan pekerja,” tambah Jusuf Rizal. 

Penolakan dari Forum Jamsos juga mendapat dukungan dari berbagai kalangan, termasuk para pengamat kebijakan publik. Tulus Abadi, Pengamat Perlindungan Konsumen dan Kebijakan Publik sekaligus penggagas Forum Konsumen Indonesia (FKI), menyampaikan kritik serupa. Ia menilai kebijakan KRIS satu kelas berpotensi memberatkan peserta JKN dari kelompok ekonomi bawah.

“Dengan kebijakan ini, khususnya peserta JKN kelas 3 akan mengalami kenaikan iuran. Mereka dipaksa naik ke kelas 2, dan harus merogoh kocek lebih dalam. Ini sangat memberatkan, terutama bagi peserta mandiri dari kelompok ekonomi bawah,” ujar Tulus Abadi.

Di sisi lain, Ketua DJSN, Nunung Nuryartono menyampaikan bahwa pihaknya menghargai dan mencermati seluruh aspirasi yang disampaikan oleh Forum Jamsos Pekerja dan Buruh. Nunung menegaskan bahwa proses finalisasi kebijakan masih berlangsung dan pihaknya berkomitmen menjaga kualitas layanan serta keberlanjutan sistem jaminan sosial nasional.

"Kami mencermati bahwa setiap kebijakan yang dihasilkan diharapkan tidak akan menimbulkan kegaduhan yang tidak kita inginkan, manfaat yang ada dalam layanan JKN diharapkan tidak turun dan dipertahankan. Berbagai persoalan mendasar seperti ketahanan finansial DJS juga perlu diperhatikan tanpa menurunkan manfaat. Kami akan mengawal itu semua," tegas Nunung.

Senada dengan itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timbul Siregar, turut menyuarakan kekhawatirannya terhadap kesiapan infrastruktur kesehatan dalam menghadapi perubahan sistem kelas rawat inap menjadi satu kelas.

Load More