- Desa Legetang di Dieng hilang semalam pada 1955, diduga tertimbun longsor besar dari Gunung Pengamun-amun.
- Sebanyak 351 jiwa tewas, hanya dua yang selamat; peristiwa ini diyakini akibat azab atas perilaku maksiat.
- Hingga kini desa tak ditemukan, kisahnya jadi legenda dan peringatan agar manusia tak sombong pada Tuhan.
Malam itu turun hujan deras disertai petir dan guntur menggelegar. Langit pekat dan suara petir membuat warga memilih berdiam di dalam rumah.
Namun tiba-tiba terdengar suara ledakan sangat keras dari arah Gunung Pengamun-amun. Suaranya menggema hingga ke desa-desa tetangga. Tak seorang pun berani keluar untuk memastikan apa yang terjadi.
Keesokan paginya, warga dari desa sekitar mendatangi Legetang. Mereka terkejut luar biasa. Desa yang semalam masih berdiri dengan ratusan rumah kini telah lenyap tanpa jejak.
Seluruh area Legetang tertimbun tanah dan batu besar yang diduga berasal dari puncak gunung. Dalam waktu satu malam, desa makmur itu benar-benar hilang dari peta.
4. 351 Jiwa Dilaporkan Tewas, Hanya Dua yang Selamat
Catatan menyebutkan sekitar 332 penduduk asli Legetang dan 19 orang dari desa lain tewas dalam tragedi itu. Jumlah korban mencapai 351 jiwa, dan hanya dua orang yang dikabarkan selamat.
Kematian mereka begitu mendadak hingga banyak yang percaya bahwa kejadian ini bukan sekadar bencana alam biasa.
Yang membuat peristiwa ini semakin misterius adalah letak desa yang cukup jauh dari Gunung Pengamun-amun. Secara logika, longsoran puncak gunung seharusnya tidak mungkin sampai sejauh itu.
Apalagi warga sudah membuat parit antisipasi yang dalam sekitar dua bulan sebelum kejadian. Karena itulah, banyak orang meyakini bahwa bencana ini adalah bentuk azab dari Tuhan terhadap perilaku maksiat yang merajalela di desa tersebut.
Baca Juga: Pesona Magis Ruwatan Rambut Gimbal Dieng, Ribuan Wisatawan Terpukau di Puncak DCF 2025
5. Antara Fenomena Alam dan Azab Ilahi
Sejak tragedi itu, muncul dua pandangan besar tentang penyebab hilangnya Desa Legetang. Sebagian kalangan ilmiah berpendapat bahwa kejadian itu adalah murni fenomena alam berupa longsoran ekstrem yang diakibatkan struktur tanah tidak stabil dan hujan deras berkepanjangan.
Namun banyak juga yang menilai peristiwa itu sebagai azab dari Tuhan atas perbuatan manusia yang telah melanggar batas moral dan agama.
Warga desa tetangga yang mengenal medan sekitar Legetang mengaku tidak bisa menjelaskan logika pergeseran puncak gunung sejauh itu. Gunung seperti terbelah dan puncaknya jatuh tepat di lokasi desa. Fenomena ini dinilai mustahil secara geologis.
Akhirnya, kisah Legetang lebih banyak dipandang sebagai peringatan spiritual bahwa kesombongan dan maksiat bisa membawa kehancuran dalam sekejap mata.
Hingga kini, sisa-sisa Desa Legetang tidak pernah ditemukan secara utuh. Hanya puing-puing kecil dan cerita turun-temurun yang tersisa dari penduduk desa sekitar.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Banjir Bandang Sapu Wisata Guci Tegal di Tengah Liburan, Pancuran 13 Tertutup Lumpur dan Batu
-
Libur Nataru Lebih Tenang, Pertamina Siagakan Motorist, hingga Serambi MyPertamina
-
Pemprov Jateng Pulangkan 100 Warga Terdampak Banjir Sumatera
-
Danantara dan BP BUMN Hadirkan 1.000 Relawan, Tegaskan Peran BUMN Hadir di Wilayah Terdampak
-
Turunkan Bantuan ke Sumatera, BRI Juga akan Perbaiki dan Renovasi Sekolah