Bantuan yang telah diserahkan masyarakat antara lain yang bersumber dari APBD dan Dana Desa sebesar Rp 600 ribu perbulan per Kepala Keluarga (KK).
Sedangkan bantuan dari Pemprov Jateng senilai Rp 200 ribu per KK dalam bentuk sembako belum diterima pihaknya sehingga wajar jika belum sampai ke masyarakat.
"Bantuan provinsi lagi diproses," katanya.
Budhi bukan hanya geram dengan ulah pelapor. Ia menyesalkan cara Ombudsman dalam menyelesaikan laporan masyarakat yang dinilainya kurang etis. Lantaran, belasan kepala daerah maupun pejabat pemerintah diundang dalam rapat bersama melalui aplikasi zoom meeting.
Baca Juga:Pemkab Pandeglang Temukan 5.000-an Data Ganda Penerima Bansos
Mereka dimintai keterangan perihal laporan yang rata-rata mempersoalkan penyaluran bansos di daerahnya. Budhi merasa kepala daerah diadili dalam pertemuan itu hingga mereka dipermalukan.
Ia pun memertanyakan profesionalisme lembaga itu. Mestinya, menurutnya, Ombudsman mengecek kebenaran laporan itu dengan mengerahkan petugas untuk turun langsung ke lapangan. Bukan melalui teleconference yang diakses banyak orang.
"Jangan alasan PSBB. Namanya ngecek lapangan jaga jarak kan bisa," katanya.
Anggota Bawaslu Banjarnegara Evi Yulianti, saat dikonfirmasi, membantah telah melaporkan Pemkab ataupun Bupati Banjarnegara ke Ombudsman. Ia mengaku hanya mengusulkan nama-nama agar bisa menerima bantuan dari pemerintah.
Dia juga membenarkan dalam daftar usulan itu ada nama mertuanya. Ia berdalih, mertuanya yang rumahnya belum terpasang listrik pribadi itu layak menerima bantuan. Ia pun tak menyangka akibatnya bakal seperti ini.
Baca Juga:Ratusan Warga Mengadu ke Ombudsman Terkait Buruknya Penyaluran Bansos
"Karena bilang tidak diajukan, akhirnya saya ajukan. Itu belum punya listrik, masih menyalur," katanya.