Di tengah perjuangannya menyambung hidup sebagai bakul dolanan di Solo, Mbah Min berharap mendapat pengakuan sebagai veteran.
Bukan soal uang yang dia cari dari penghargaan itu, tapi pengakuan tentang perjuangannya di masa lalu.
"Kemauan saya terhadap pemerintah, akuilah saya sebagai pejuang, yang kedua veteran ada honor sedikit atau banyak, tapi bukan itu tujuan saya. Akui saja saya sudah senang, dan perjuangan saya tidak sia-sia. Saya itu kalau cerita masa lalu air mata netes, sampai sekarang belum mendapat penghargaan," kata Mbah Min.
Dulu, Mbah Min adalah pejuang telik sandi bagi tentara Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan pada masa Agresi Militer ke II. Dia bertugas mengawasi pergerakan Belanda di kawasan Panasan, Boyolali.
Baca Juga:Sambut HUT RI Ke-75, Serbu Promo 17 Agustus di 4 Destinasi Wisata Ini
"Ceritanya kampung di sekitar Panasan Boyolali, dulu belum ada Lanud Adisumarmo, tapi lapangan terbang Panasan. Pada tahun 1948 Belanda kembali menjajah Indonesia, Belanda yang di Solo berpusat di lapangan terbang. Di sana tank-tank Belanda banyak, pesawat juga banyak dan gudang senjata. Tugas saya menjadi pengawas musuh, atau mata-mata," tutur Mbah Min.
Kala itu, Mbah Min yang kini bekerja sebagai bakul dolanan di Solo baru berusia 16 tahun. Kehidupan masa kecilnya terasa getir lantaran orang tua dan semua tetangganya tewas lantaran desanya diserbu tentara Belanda.
Sejak saat itu dia bertekad membalas dendam kematian keluarganya. Dia kemudian diminta salah satu komandan tentara menjadi mata-mata dan langsung menyanggupinya.