Menginjak kuliah, Hoho mengaku kenakalannya belum mereda, bahkan semakin parah.
Namun seiring bertambah usia, ia mulai memperbaiki kualitas hidupnya. Apalagi setelah ia menikah, kemudian dikaruniai putra. Tanggung jawabnya kian besar, terlebih saat ditinggal ayah dan ibu untuk selama-lamanya.
"Ayah saya meninggal dan dimakamkan di Mekkah,"katanya
Kemudian Hoho melanjutkan usaha orang tuanya. Jadilah ia pengusaha konstruksi.
Baca Juga:Pak Kades yang Oh Yes Oh Yes Via Zoom Sama Selingkuhan Sudah Mundur
Selain menggarap proyek pembangunan infrastruktur, ia juga menyewakan alat berat. Di desa, hidupnya terbilang mapan. Pada akhirnya ia ingin mengabdikan dirinya untuk masyarakat.
Darah pemimpin masih mengalir di tubuhnya. Hoho memutuskan untuk maju dalam pertarungan Pilkades.
Meski tubuhnya bertato, Hoho percaya diri untuk memimpin desa.
Ada saja pihak yang mengungkit masa lalunya. Namun Hoho tak mau pusing memikirkannya.
Dalam masyarakat, pastinya ada pihak yang senang atau membencinya. Ia menganggapnya wajar. Namun secara umum, ia mengaku masyarakat tidak mempermasalahkan tato di tubuhnya.
Baca Juga:Kepala Desa Tepergok Hubungan Badan dengan Sekretaris saat Rapat Via Zoom
"Warga sudah tahu kalau saya bertato,"katanya.
Hoho mampu menepis stigma terhadap orang bertato yang diidentikkan sebagai orang nakal.
Buktinya, ia berhasil memenangkan pertarungan Pilkades dengan perolehan suara telak.
Ia menilai masyarakat kini telah cerdas. Mereka tidak melihat seseorang dari penampilan, namun dari kinerjanya yang nyata untuk masyarakat.
Di awal kepemimpinannya, Hoho perlahan membuktikan. Ia bahkan mengaku telah menghibahkan mobilnya untuk operasional desa setelah ia dilantik.
Mobil yang dibelinya seratusan juta itu dipakai untuk kepentingan warga, terutama untuk mengantar warganya yang sakit ke fasilitas kesehatan.