SuaraJawaTengah.id - Larangan atau pantangan yang menjadi tradisi di masyarakat lokal kerap muncul sebagai keunikan tersendiri dalam suatu wilayah.
Kondisi itu pula yang ada di Dusun Se Bimo. Sebuah kawasan permukiman warga di Desa Brokoh Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Tepat di dusun tersebut terdapat situs arca Batu Gajah peninggalan Hindu. Dukuh Se Bimo sendiri sebenarnya berlokasi tak jauh dari kota Batang, tepatnya 15 kilometer dari pusat kota. Dusun Se Bimo ini berada di tengah hutan pinus milik Perhutani.
Namun dusun tersebut memiliki keistimewaan, yakni pemukiman tersebut hanya memiliki enam rumah saja. Kondisi tersebut ternyata tak terlepas dari mitos dan cerita yang berkembang di kalangan warga.
Baca Juga:Tradisi Sebar Apem Keong Mas Boyolali Ditetapkan Sebagai WBTb
Hingga kini warga yang menghuni Dukuh Se Bimo tidak berani mendiami wilayah tersebut lebih dari tujuh rumah.
Sebab mereka percaya, jika sampai lebih dari tujuh rumah pasti akan ada masalah dan berbagai kejadian bakal menimpa warga.
Kepala Desa Brokoh Mukmin mengatakan, dukuh tersebut memang jauh dari tempat perdukuhan yang lain. Menurut cerita dari turun temurun, dia mengemukakan ada mitos, bahwa penghuni atau warga di tempat tersebut hanya bisa menghuni tujuh rumah saja.
"Maksimal warga hanya menghuni tujuh rumah, dan kenyataan yang ada sekarang hanya enam rumah," kata Mukmin, saat diwawancari Ayosemarang.com-jaringan Suara.com, Rabu (14/10/2020).
Masih menurut Mukmin, jika lebih dari 7 rumah, biasanya akan terjadi permasalahan dan kejadian yang aneh menimpa warga.
Diungkapkannya, permasalahan yang muncul bermacam-macam, kebetulan orang yang bangun rumah di sini bisa dipastikan ada orang yang hengkang dan keluar dari dukuh Se Bimo.
Baca Juga:Apa itu Lintang Kemukus? Berikut Mitos Hingga Fakta Lintang Kemukus
Dijelaskan Mukmin, di dukuh tersebut pernah dihuni 12 rumah dan permasalahannya pun datang terus.
"Seperti ada warga yang tidak tahu apa-apa menghuni di sini dengan permasalahannya apa tahu-tahu meninggal dunia dengan tragis kondisi tergantung," ungkapnya.
Tidak hanya itu, pernah kejadian juga warga dukuh Se Bimo yang meninggal dunia di tengah hutan dengan meminum obat racun tikus.
"Untuk sementara ini jumlah penduduk di dukuh sini ada 22 orang dengan 8 Kepala Keluarga (KK) dengan mata pencaharian sebagai pengrajin ceting atau wakul dan mencari kayu bakar," jelasnya.
"Kalau 6 rumah yang berada di Dukuh Se Bimo sejak tahun 1980. Sebelumnya memang pernah ada lebih dari 7 rumah di tahun 1970 seperti yang ceritakan tadi," lanjutnya.
Mitos ini yang sampai sekarang dipercayai oleh warga dan berakibat di era sekarang belum bisa memanfaatkan PLN secara maksimal.
"Sehingga listriknya menyalur ke dukuh sebelah sampai satu kilometer lebih," ungkapnya.
Mbah Tarji (93), saksi hidup warga Dukuh Se Bimo, mengaku tidak kuat menghuni rumah di dusun tersebut. Sehingga, ia memilih pindah di Dusun Sikandak.
"Saya lahir dan besar di Dukuh Se Bimo, yang lahir pada tahun 1927, dan pindah ke dukuh Sikandak tahun 1982 karena tidak kuat dan tidak kerasan, katanya.
Ia pun menyatakan, Dukuh Se Bimo dari Zaman Penjajahan Belanda aman. Apalagi, Jepang tanahnya subur makmur dan aman asalkan jumlah rumahnya tidak sampai lebih dari 7 rumah.