Mitigasi Risiko Bencana di Kawasan Borobudur, BOB Larang Pengeboran Air Tanah dan Penebangan Masif

BOB prioritaskan mitigasi bencana Borobudur sejak perencanaan (AMDAL), larang bor air & batasi penebangan demi kestabilan tanah & keselamatan.

Budi Arista Romadhoni | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 17 Desember 2025 | 16:46 WIB
Mitigasi Risiko Bencana di Kawasan Borobudur, BOB Larang Pengeboran Air Tanah dan Penebangan Masif
Direktur Utama Badan Otorita Borobudur (BOB) Agustin Peranginangin. [Suara.com/Hiskia]
Baca 10 detik
  • BOB menjadikan mitigasi bencana utama dalam pengembangan pariwisata Borobudur sejak tahap perencanaan lingkungan.
  • Mitigasi mencakup larangan pengeboran air dan pembatasan penebangan untuk menjaga kestabilan kontur tanah.
  • Upaya lain meliputi penataan infrastruktur jalan dan edukasi kesadaran risiko bencana kepada masyarakat luas.

SuaraJawaTengah.id - Badan Otorita Borobudur (BOB) menegaskan bahwa upaya mitigasi bencana telah menjadi perhatian utama dalam pengembangan kawasan pariwisata Borobudur. 

Langkah antisipasi dilakukan sejak tahap perencanaan untuk menekan risiko lingkungan, khususnya longsor dan gangguan alam lainnya.

Hal ini sekaligus mengantisipasi cuaca ekstrem dan potensi bencana yang melanda berbagai wilayah di Indonesia. 

Direktur Utama BOB Agustin Peranginangin mengatakan, mitigasi bencana dimulai dari penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Dokumen tersebut menjadi dasar penentuan aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan di kawasan Borobudur.

Baca Juga:10 Teori Kontroversial Candi Borobudur sebagai Peninggalan Nabi Sulaiman

"Dalam pengembangan itu, dulu kita susun dokumen analisa mengenai dampak lingkungan," kata Agustin ditemui awak media, dalam jumpa pers akhir tahun, Rabu (17/12/2025).

Ditegaskan Agustin, salah satu arahan penting dalam amdal adalah larangan pengeboran air di kawasan tersebut. Kebijakan itu diambil untuk menghindari risiko lingkungan yang berpotensi memicu bencana.

Selain itu, BOB turut membatasi penebangan pohon secara masif dan menyesuaikan pembangunan dengan kontur alam. Menurut Agustin, pendekatan ini penting untuk menjaga kestabilan tanah di kawasan berbukit.

"Contoh, yang tidak boleh dilakukan, mengebor air dalam kawasan itu tidak dilakukan karena menghindari risiko-risiko yang bisa terjadi," tegasnya.

"Kita mengurangi, menghindari penebangan lahan. Pembangunan disesuaikan dengan kontur yang ada," imbuhnya.

Baca Juga:Dari Borobudur hingga Mandalika: Gugat 'Ilusi' Wisata Bali Baru

Pihaknya mengakui, pada masa awal pembangunan masih ditemukan kondisi lingkungan yang belum ideal. Vegetasi penahan tanah, seperti rumput, belum tumbuh sempurna sehingga potensi batu jatuh saat hujan deras masih bisa terjadi.

Di sisi infrastruktur, kata Agustin penataan jalan oleh Kementerian Pekerjaan Umum sejak 2024 menjadi bagian dari upaya mitigasi. 

Pelebaran jalan dinilai mampu meningkatkan keselamatan pengguna jalan di kawasan rawan.

"Pelebaran jalan bukan hanya meningkatkan kapasitas, tapi juga keselamatan," tandasnya.

BOB turut mendorong kolaborasi masyarakat lintas wilayah dalam kesiapsiagaan bencana. Kawasan Borobudur yang melibatkan desa lintas kabupaten dinilai membutuhkan koordinasi kuat dalam penanganan kondisi darurat.

Selain upaya teknis, BOB bersama pemerintah daerah juga aktif mengampanyekan kesadaran risiko bencana kepada publik. Edukasi ini diharapkan mampu mencegah kejadian yang tidak diinginkan dan menjaga keberlanjutan pariwisata Yogyakarta.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini