SuaraJawaTengah.id - Warga Desa Pageraji Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan diteror semut yang mengerubung dan diduga berkembang di pengolahan gerajen atau serbuk kayu.
Kawanan semut tersebut kerap ditemukan di kayu atau pepohonan dalam jumlah sangat banyak, berwarna cokelat kemerahan dengan ukuran kecil.
Tak jarang, semut tersebut cukup agresif dan kerap menggigit manusia yang melintas hingga menimbulkan rasa pedih serta gatal.
Dosen Fakultas Biologi Unsoed Dr. Trisnowati Budi Ambarningrum, MSi mengatakan, menurut laporan masyarakat setempat invasi semut sudah mulai merambah ke wilayah RT tetangga.
Baca Juga:Empat Warga Tertimbun Longsor di Banyumas Saat Tertidur Lelap
Selain menginvasi rumah-rumah penduduk semut-semut tersebut juga telah bersarang di pelepah-pelepah pohon kelapa yang ada di wilayah RT tersebut.
"Hal ini menyebabkan aktivitas para penderes nira kelapa terganggu dan menghentikan aktivitas menderesnya dan mengakibatkan penurunan pendapatan para penderes selain juga penurunan produksi gula kelapa," kata Dr. Trisnowati pada keterangan tertulis yang dikirimkan ke Suara.com, Kami (19/11/2020).
Dosen ahli Entomologi itu menjelaskan, dari hasil pengambilan sampel di beberapa titik di lapangan, jenis semut yang menyerang salah satu RT di Desa Pageraji adalah jenis Tapinoma sessil (semut bau).
Menurutnya, semut ini berwarna hitam kecoklatan dengan ukuran panjang berkisar 2.4 - 3.2 mm, dengan satu tonjolan kecil di bagian petiolanya, namun tonjolan kecil tersebut tidak nampak, karena tertutup oleh pangkal abdomen.
"Di habitat alami, sarang ada di tanah, di bawah bebatuan, maupun tumpukan kayu, tetapi juga dapat bersarang di bawah kulit/pelepah tumbuhan, di liang mamalia, dan di tumpukan sampah," ujarnya.
Baca Juga:Banjir dan Longsor di Banyumas, Satu Keluarga Tertimbun
Ia menyebut, sarang di tanah tidak terbatas bentuknya dan biasanya tidak permanen.
"Di dalam ruangan, sarang banyak dan tersebar di seluruh bangunan, terutama di bagian-bagian bangunan yang retak, di plafon, di kayu yang rusak akibat rayap, dan di bagian-bagian lain yang lembab," ucapnya.
Alumni Program Doktor Biologi SITH mengungkapkan, semut merupakan serangga sosial yang dalam koloninya terdiri ratu, jantan, dan pekerja.
"Pada habitat yang alami semut jenis ini membentuk koloni dengan satu ratu, dengan anggota koloni berkisar ratusan individu. Namun pada habitat urban dengan kondisi lingkungan yang mendukung semut ini dapat membentuk poligini (terdiri dari lebih satu ratu), polidomi/ sarang multiel (satu koloni mendiami banyak sarang dalam satu pohon maupun pada pohon yang berbeda), serta dominasi ekologis atas semut jenis yang lainnya," jelasnya.
Menurut Trisnowati, pada kondisi koloni yang normal semut ini tidak sulit untuk dikendalikan. Jika ditangani lebih awal, jumlah mereka dapat dikendalikan hanya dalam beberapa hari.
"Namun, semakin lama koloni diabaikan, semakin besar populasinya dan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengendalikan jenis ini, mungkin butuh waktu beberapa minggu," ucapnya.
Sebelumnya, Untuk menanggulangi teror semut, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Banyumas Titik Puji Astuti mengemukakan, pihaknya dan kepolisian melakukan penyemprotan menggunakan water cannon yang berisikan 6 ribu liter pestisida ke lokasi penggergajian kayu di Desa Pageraji.
"Upaya yang dilakukan, yang pertama pembakaran kayu-kayu yang sudah lama dan menjadi sumber semut, ribuan, jutaan bahkan miliaran semut. Selain dibakar, hari ini juga kita semprot (menggunakan water Cannon) bekerja sama dengan Polresta Banyumas melakukan penyemprotan pakai pestisida," katanya.