Di Jateng Marak Ibu Digugat Anak Kandung, MUI: Tanda Tanda Kiamat

Di Jateng ada tiga kasus Ibu digugat anak kandung, sementara hal serupa juga terjadi di Jawa Barat dan Sumatra Selatan

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 27 Januari 2021 | 14:42 WIB
Di Jateng Marak Ibu Digugat Anak Kandung, MUI: Tanda Tanda Kiamat
Ilustrasi ibu dan anak. (Pexels/Pixabay)

SuaraJawaTengah.id - Tren ibu digugat anak kandung terjadi di Jawa Tengah. Entah apa yang ada didalam pikiran mereka yang tega menggugat hukum orang tua sendiri. 

Kasus menggugat ibu kandung juga terjadi di daerah lain. Kasusnya nyaris hampir sama, yaitu mempermasalahkan harta warisan. 

Di Jawa tengah

Pertama terjadi di Demak, Pada 11 Januari yang lalu, publik degegerkan dengan adanya kasus Agesti Ayu Wulandari yang melaporkan ibunya ke Polres Demak karena kesal dengan ibu kandungnya sendiri. 

Baca Juga:Lagi! Ibu Digugat Anak Kandung di Kendal, Masalahnya Karena Tanah Warisan

Meski begitu, kasus Agesti dan ibunya berujung damai. Keduanya sudah saling memaafkan dan sang anak sudah berjanji akan mencabut laporannya. 

Kedua, berselang lama kasus yang serupa kembali terjadi. Kali ini menimpa Dewi Firdauz ibu dari anak kandungnya yang bernama Alfian Prabowo. 

Alfian menggugat ibunya karena kesal, kedua orang tuanya berpisah dengan cara yang tak baik-baik. Kesal dengan tindakan kedua orang tuanya, Alfian akhirnya menggugat kedua orang tuanya sekaligus.

Ketiga, Ramisah (67) wanita tua asal Kelurahan Candiroto, Kabupaten Kendal. Ia kaget, tanah warisan suaminya digugat oleh Maryanah yang merupakan anak kandungnya sendiri. 

Ramisah tak menyangka jika anaknya tega meminta ibunya pergi dari gubuk tua yang digunakan sebagai tempat jualan dan tempat tinggal. 

Baca Juga:MUI Sumbar Sebut Isu Siswi Nonmuslim Berjilbab di Padang Terlalu Dibesarkan

Jawa Barat

Sementara itu kasus anak gugat orangtua juga terjadi di Bandung, Jawa Barat. Anak itu menggugat orangtuanya yang sudah lanjut usia sebesar Rp3 miliar.

 Gugatan dilayangkan karena masalah kontrakan toko di lahan milik sang ayah. Bahkan penggugat menjadikan adiknya yang seorang pengacara sebagai kuasa hukum.

Namun takdir berkata lain, Masitoh, keluarga penggugat yang juga kuasa hukum kakaknya justru meninggal dunia akibat pembengkakan jantung sebelum kasusnya selesai.

Sumatera Selatan

Lain lagi dengan kasus di Banyuasin, Sumatera Selatan, gara-gara harta warisan, tiga anak tega menggugat ibu kandungnya yang sudah berusia 79 tahun, ke Pengadilan.

Para penggugat mempermasalahkan harta warisan berupa lahan yang sebenarnya sudah dibagi rata sejak ayah kandung mereka telah meninggal dunia. Namun para penggugat mempermasalahkan sisa lahan yang dijual untuk membeli kebutuhan hidup dan berobat dari ibu Daminah.

Maraknya kasus-kasus tersebut MUI akhirnya buka suara. Sebab, terjadi diwaktu nyaris bersamaan dan alasan gugatan juga hampir sama. 

Dilansir dari Hops.id media Jaringan Suara.com, Ketua Majelis Ulama Indonesia Cholil Nafis angkat bicara. Dia secara tegas menyebut inilah tanda akhir zaman.

“Tanda-tanda kiamat sudah dekat. Manakala banyak anak-anak coba melawan orangtua. Bahkan anak memperbudak orangtua. Ini tanda-tanda akhir zaman,” kata dia saat menjadi salah satu narasumber di Apa Kabar Indonesia, dikutip Rabu (27/1/2021).

Menurut dia, sudah sepatutnya anak tak menyudutkan orangtua, apalagi membawanya ke jalur hukum. Sebab menyayangi orangtua, kata dia, seperti halnya beriman kepada Allah SWT.

Adapun kasus-kasus di atas memperlihatkan jika sebenarnya banyak sekali manusia yang menipis imannya. Sehingga orangtua yang seharusnya disayangi dan diprioritaskan, justru diperlakukan sebaliknya.

“Ini sangat menyakitkan, lunturnya akhlak kebangsaan dan budaya kita. Padahal kita harus menghormati dan menyayanginya.”

“Dahulu, orangtua sangat senang jika memiliki banyak anak, karena merasa sebagai tabungan di masa tua. Dengan harapan di masa tua, dia bisa bersandar kepada anak-anaknya. Inilah asuransi mereka,” kata dia lagi.

Akan tetapi, yang terjadi saat ini, justru sebaliknya. Dia khawatir, jangan sampai para orangtua justru malas punya anak karena ke depan malah jadi musuhnya di kemudian hari.

Pada kesempatan itu, dia pun mendukung agar pendidikan kebangsaan dan pendidikan keagamaan terus dipupuk lebih dalam lagi di Tanah Air.

Sebab ini adalah peran bersama untuk mengembalikan prinsip menyayangi orangtua.

“Padahal, menyakiti orangtua, sampai bilang enggak atau huft saja tidak dibolehkan, ini malah membawanya ke pengadilan,” sesal dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini