Seruan Stop Berita Covid Tak Sepenuhnya Salah, Tapi...

"Kenapa harus takut memberikan data yang real di lapangan? Kekhawatiran ini sepertinya berlebihan," ujar seorang relawan LaporCovid-19.

Ari Syahril Ramadhan
Jum'at, 16 Juli 2021 | 16:17 WIB
Seruan Stop Berita Covid Tak Sepenuhnya Salah, Tapi...
Tangkapan layar kampanye stop upload berita Covid. [Twitter/@zenrs]

SuaraJawaTengah.id - Poster yang berisi seruan untuk stop berita covid ramai beredar di kalangan warga di beberapa tempat seperti Kabupaten Nganjuk, Gresik, Purbalingga dan Kota Semarang.

Ajakan untuk menyetop pemberitaan Covid-19 beredar luas di grup percakapan WhatsAap warga Kota Semarang, tak jarang juga yang menggunakan poster tersebut sebagai story di WhatAap mereka.

Psikolog RS Elizabeth Semarang Probowati Tjondronegoro mengatakan, poster tersebut cukup penting bagi psikologi warga yang sedang mengalami kecemasan dan stress karena adanya Covid-19.

"Berita itukan simpang siur ya. Kalau menurut saya efeknya positif itu poster," jelasnya kepada suara.com, Jumat (16/7/2021).

Baca Juga:Pemerintah Tambah 2.000 Tempat Tidur untuk Pasien Covid-19

Menurutnya, adanya poster tersebut merupakan bentuk pertahanan diri atau auto imun dari masyarakat agar tak mudah cemas ketika melihat informasi yang simpang siur terkait dengan Covid-19.

"Karena kita tak bisa menyaring informasi ini bener atau tidak. Sehingga membuat masyarakat menjadi ketakutan juga," ucapnya.

Dalam satu bulan saja warga yang konsultasi kepadanya karena stress bisa sampai angka 50 warga.

Orang yang konsultasi kepadanya mempunyai keluhan yang berbeda-beda, mulai dari susah tidur hingga tiba-tiba menjadi pemarah.

"Mereka tak mengeluh langsung karena Covid-19 namun mengeluh tak bisa tidur, tak nafsu makan. Setelah ditelusuri ternyata karena ketakutan," ujarnya.

Baca Juga:Warga Jepang di Indonesia Dijemput Pulang, Bagaimana dengan Ekspatriat Otomotif?

Dia mengakui, jika kondisi pandemi seperti ini banyak membuat orang jadi stress karena kebiasaan berubah. Yang awalnya biasa keluar rumah jadi takut keluar rumah. Hal itu membuat kondisi auto imun menurun karena tak nyaman.

"Di rumah terus itu bisa membuat auto imun menurun lho," ucapnya.

Menurutnya, jika ketakutan akan membuat auto imun menurun karena ketakutan. Hal itu akan membuat tubuh jadi rentan. Untuk itu dia setuju dengan adanya psoter tersebut agar masyarakat tak ketakutan.

"Kalau soal 3 M itu kan sudah menjadi budaya ya, soal pakai masker, cucui tangan kebanyakan sudah pada tau masyarakat," katanya.

Untuk itu, dia mengajak masyarakat untuk saling mendukung melalui doa, mendukung dan sikap perhatian terhadap orang terdekat. Perasaan mempunyai teman bisa membuat auto imun meningkat.

"Kalau sudah stres bisa relaksasi pernafasan dan mendengarkan musik yang halus atau mencari aktivitas lain," imbuhnya.

Sebelumnya Suara.com memberitakan, Relawan LaporCovid-19, Amanda Tan mengatakan, bahwa adanya seruan tersebut merupakan bentuk toxic positivity atau bentuk penghindaran dari emosi-emosi negatif. Namun, hal itu tak baik untuk mental.

"Intinya itu bentuk toxic positivity," kata Amanda saat dikonfirmasi Suara.com, Kamis (15/7/2021).

Amanda menegaskan, untuk saat ini komunikasi yang baik harus dilakukan oleh pemerintah termasuk secara transparan dan terbuka. Menurutnya informasi yang apa adanya harus disampaikan.

"Mengabarkan kondisi pandemi yang sebenarnya angka kematian juga tidak boleh ditutup-tutupi. Dengan komunikasi risiko yang baik dari pemerintah, maka terbentuk persepsi risiko masyarakat yang baik," tuturnya.

Sementara Relawan LaporCovid-19 lainnya yakni Firdaus Febriansyah, mengatakan, informasi yang transparan terkait Covid diperlukan untuk edukasi bukan untuk menakut-nakuti.

"Ini kan baik ya untuk edukasi pandemi, supaya teredukasi dan bukan untuk menakuti. Kenapa harus takut memberikan data yang real di lapangan? Kekhawatiran ini sepertinya berlebihan. Ajakan yang tersebar seperti itu justru ajakan yang mematikan," tuturnya.

Kontributor : Dafi Yusuf

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini