Kuburan Massal Korban Tragedi 1965 Menempati Pekarangan Rumah Warga Sragen

Darmin (60) adalah pemilik pekarangan tempat penguburan jenazah korban 1965, tepatnya di Dusun Dukuh, RT 7, Desa Tenggak, Sidoharjo.

Siswanto
Sabtu, 25 September 2021 | 16:43 WIB
Kuburan Massal Korban Tragedi 1965 Menempati Pekarangan Rumah Warga Sragen
Kuburan massal korban tragedi 1965 di depan rumah warga Dusun Dukuh, Tenggak, Sidoharjo, Sragen, Sabtu (25/9/2021). (Solopos-M Khodiq Duhri)

SuaraJawaTengah.id - Kuburan massal korban tragedi 1965 ditemukan di pekarangan rumah warga di Sragen, Jawa Tengah.

Di pekarangan tersebut, pada suatu malam, sebelas orang dieksekusi mati dengan cara diberondong dengan tembakan senjata api.

Darmin (60) adalah pemilik pekarangan tempat penguburan jenazah korban 1965, tepatnya di Dusun Dukuh, RT 7, Desa Tenggak, Sidoharjo.

Saat ini, area kuburan sudah dibeton oleh ahli waris. Sebelum dipondasi pada 3 Juli 1993, lokasi tersebut berupa gundukan tanah. Pada permukaan beton kemudian dipasangi tulisan Bong-Tomo-DKK-11.

Baca Juga:Kisah dr Djelantik Menolak Serahkan Pasien Simpatisan PKI ke Pasukan Tameng

Bong atau Bung Tomo merupakan sebutan dari salah satu tokoh penting yang turut dieksekusi. Sedangkan DKK merupakan kependekan dari dan kawan-kawan. Sementara angka 11 merujuk pada jumlah warga terduga anggota PKI yang dieksekusi mati.

Sesepuh warga bernama Sugi Atmojo (78) merupakan sedikit warga yang mendengar cerita kejadian tahun-tahun penuh kegelapan itu.

“Jadi dulu di sini itu tanah lapang dekat makam. Lalu dibuatkan satu lubang untuk mengubur mereka setelah dieksekusi. Saya juga tidak tahu persis ceritanya bagaimana. Saya hanya mendapat sedikit cerita dari orang tua dulu,” ujar Sugi kepada jurnalis Solopos.com, Sabtu (25/9/2021).

Saat eksekusi berlangsung, semua warga desa dilarang keluar dari rumah. Tetapi warga tahu kejadiannya. Setelah dieksekusi mati, korban dikubur dalam sebuah lubang.

Dari cerita yang didengar Sugi, dari 11 warga yang dieksekusi mati malam itu, terdapat satu orang yang kebal peluru. Dia seorang kepala desa yang menjabat di Kecamatan Sambirejo.

Baca Juga:Masa Kelam PKI di Surakarta: 20 Mayat Menumpuk di Sungai Bengawan Solo

“Sudah ditembaki, tapi tidak bisa mati. Akhirnya dia didorong ke lubang dan dikubur hidup-hidup bersama 10 warga lain,” kata Sugi.

Beberapa orang yang dieksekusi mati merupakan perangkat desa yang menjadi pengikut setia kepala desa.

Pemilik emperan tempat penguburan eksekusi mati, Darmin, berusia sekitar empat tahun ketika kejadian berlangsung.

Sebenarnya lahan tersebut milik ayah Darmin yang kemudian diwariskan kepada Darmin. Ayah dari Darmin membangun rumah beberapa tahun setelah kejadian.

Ketua RT 7 Husnul Aziz mengaku tidak tahu siapa saja yang dieksekusi mati.

“Bong atau Bung itu sebutan untuk orang-orang hebat pada masanya. Karena dianggap bagian dari PKI, mereka lalu dieksekusi mati. Tapi, siapa saja mereka, kami juga tidak tahu. Konon, salah satu di antara mereka katanya seorang kades asal Kecamatan Sambirejo yang dikenal sakti karena tidak mempan peluru,” katanya.

Anak dan cucu korban 1965, di antaranya dari Jakarta, biasa menziarahi makam tersebut pada bulan Ruwah atau menjelang bulan Ramadan, kata Darmin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak