SuaraJawaTengah.id - Perjumpaan Semaun dengan Henk Sneevliet di Jawa Timur menjadi awal persahabatan dua tokoh beraliran komunis. Semaun yang saat itu masih umur belasan tahun terpikat dengan jalan pemikiran Henk Sneevliet.
Pemikiran Sneevliet yang menyebut pergerakan harus melingkupi pada aspek yang paling kecil tak terkecuali kaum buruh, membuat Semaun benar-benar terpikat.
Namun tak lama kemudian Sneevliet pindah ke Semarang pada Mei 1913 untuk menggantikan D.M.G. Koch sebagai sekretaris Semarang Handelsvereeniging.
Tak berselang lama, Semaun juga ikut pindah ke Semarang. Di Semarang awalnya Semaun ditugaskan sebagai pemimpin redaksi berbahasa Melayu yang notabennya merupakan corong dari media milik Sarekat Islam.
Baca Juga:Sejarah Hari Kesaktian Pancasila dan Maknanya bagi Bangsa Indonesia
Media tersebut bernama Sinar Djawa yang kelak berubah nama menjadi Sinar Hindia itu diisi dengan tokoh-tokoh yang cukup mentereng seperti Mas Macro Kartodikromo dan juga Darsono.
"Semaun ketika di Semarang peranya begitu penting lantaran juga ditugaskan untuk menjadi pemimpin redaksi," jelas Sejarawan Unnes, Tsabit Azinar Ahmad, Selasa (28/9/2021).
Di Semarang Semaun dan Sneevlie juga sempat terlibat aksi mogok kerja para buruh kepada Pemerintah Hindia-Belanda. Menurutnya, kecocokan Sneevliet dengan Semaun karena ada kecocokan ideologi dan garis perjuangan yang tak jauh beda.
"Ini ada kesamaan ideologi apa yang dibawa snevleet dan apa yang dilakukan Semaun dengan Sarekat Islam di Semarang," ujarnya.
Menurut Tsabit, Snevleet merupakan seorang propagandis komunis yang cukup berpengalaman untuk menginisiasi massa tak terkecuali para buruh.
Karena pengalaman itulah, Snevleet sedikit banyak mempengaruhi Semaun dalam beberapa aksi pemogokan para buruh di Semarang hingga internal Sarekat Islam itu sendiri.
Baca Juga:Mbah Min dan Unjuk Rasa PKI di Perkebunan Djengkol
Keuletan dan pengaruh Semaun membawa SI Semarang mempunyai basis massa yang besar di Semarang. Dalam tempo satu tahun sejak dia dilantik pada 1919, Semaun berhasil meningkatankan jumlah anggota SI Semarang.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada 1920 Semaun juga menjadi ketua Partai Komunis Indonesiia (PKI). Sebelum menjadi ketua Partai PKI, Semaun juga kerapkali bersinggungan dengan SI pusat.
Sebuah jurnal berjudul Muncul dan Pecahnya Sarekat Islam di Semarang 1913-1920 yang ditulis Endang Muryanti mengungkap sebuah fakta jika
Setelah Semaun diangkat sebagai ketua Sarekat Islam Semarang sekaligus sebagai propaganda gerakan sosialis-revolusioner.
Dia mulai melancarkan kritik-kritik yang pedas terhadap pemerintah jajahan. Oleh karena itu, pengaruh Semaun mulai tertanam pada anggota-anggota Sarekat Islam.
Pada saat Central Sarekat Islam menginginkan adanya dewan perwakilan rakyat (Volksaraad), namun Sarekat Islam Semarang khususnya Semaoen yang beraliran radikal tidak senang dengan keputusan tersebut.
Sebab dengan adanya Volksraad berarti mengadakan kerjasama dengan pemerintah kolonial. Dalam kongres Sarekat Islam yang ketiga, pengaruh Semaoen makin meluas.
Hal ini terlihat dengan terorganisirnya kaum buruh dan kaum tani dengan dibentuk sentral-sentral Sarekat ekerja.
Dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda, Sarekat Islam Semarang terdapat dua kubu yakni kubu Semaoen dan kubu Abdoel Moeis.
Semaunn lebih radikal sedangkan Abdoel Moeis lebih kooperatif. Pertentangan antara Semaun dengan Abdoel Moeis dalam masalah Volksraad dan perbedaan pandangan mengakibatkan perpecahan dalam tubuh Sarekat Islam itu sendiri.
Yaitu Sarekat Islam Putih (SI Putih) , yang tetap mempertahankan dasar agama yang dipimpin oleh Cokroaminoto dan Abdoel Moeis dan Sarekat Islam Merah (SI Merah), yang bersifat mempertahankan ekonomis dogmatis yang dipimpin oleh Semaoen dan Darsono.
Hal itulah yang membuat SI yang dipimpin Semaun itu dijiluki sebagai SI Merah. Namun, tak lama kemudian Semaun digantikan oleh Tan Malaka karena dia berangkat ke Uni Soviet untuk menghadiri kongres.
Menurut Tsabit, pada Mei 1922 Semaun dikabarkan kembali ke Hindia Belanda (Indonesia) dari Uni Soviet. Saat kembali ke Hindia Belanda kondisi Partai PKI tak begitu baik karena keterlibatan Partai PKI mendukung aksi pemogokan serikat buruh.
Dukungan PKI terhadap pemogokan buruh itu juga harus dibayar mahal, karena Tan Malak akhirnya diusir oleh Pemerintahan Hindia Belanda pada waktu itu.
"Namun pada 1923 Semaun juga ditahan karena pemogokan buruh kereta api. Setelah ditahan, dimaun diusir dan menetap di Amsterdam," paparnya.
Di Belanda, Semaun menjalin hubungan dengan Perhimpunan Indonesia yang merupakan salah satu organisasi mahasiwa Indonesia di Belanda pada waktu itu.
Pada November 1926 dan Januari 1927 pemberontakan PKI di Jawa dan Sumatera pecah. Banyak orang PKI yang dibuang ke Digul, beberapa juga berhasil kabur ke Uni Soviet.
Menurutnya, di Eropa Timur Semaun dan teman-temannya mulai mengkampanyekan kemerdekaan Indonesia. Terbukti beberapa negara Eropa Timur seperti Ukraina menjadi salah satu negara yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
"Jadi selain bangsa Arab, sebenarnya negara Eropa Timur juga mendukung kemerdakaan Indonesia ketika awal-awal dikampanyekan," ucapnya.
Kontributor : Dafi Yusuf