Di bagian belakang belakang ruang utama terdapat serambi berukuran 31 x 15 meter yang tiang-tiang penyangganya disebut Soko Majapahit yang berjumlah delapan buah itu dan diperkirakan berasal dari kerajaan Majapahit.
Atap Masjid Agung Demak bertingkat tiga (atap tumpang tiga), menggunakan sirap (atap yang terbuat dari kayu) dan berpuncak mustaka. Dinding masjid terbuat dari batu dan kapur.
Pintu masuk masjid diberi lukisan bercorak klasik. Seperti masjid-masjid yang lain, Masjid Agung Demak dilengkapi dengan sebuah bedug.
Di masjid ini juga terdapat Pintu Bledeg, bertuliskan Condro Sengkolo, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Baca Juga:Lihat Potensi UMKM, Wapres Ma'ruf Amin Optimis Kemiskinan Ekstrem di Jateng Teratasi
Sedangkan bagi para jemaah wanita memiliki bangunan khusus untuk shalat berjamaah yang disebut dengan Pawestren.
Bangunan ini dibagun pada zaman K.R.M.A Arya Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan motif ukiran maksurah atau khalwat yang bertarikh tahun 1866 M.
Di dalam lokasi Masjid Agung Demak terdapat beberapa makam raja-raja kesultanan Demak dan termasuk raja pertama kesultanan Demak yaitu, Raden Patah beserta para abdinya.
Masjid Agung Demak dicalonkan untuk menjadi situs warisan dunia UNESCO pada tahun 1955.
Kontributor : Kiki Oktaliani
Baca Juga:Jateng Rayakan Kemitraan Kembangkan Ketenagakerjaan Inklusif bersama Amerika Serikat