SuaraJawaTengah.id - Konflik Papua sudah lama terjadi, korban jiwa selalu dari aparat TNI dan Polri terus terjadi. Sampai kapan konflik tersebut akan berakhir?
Berbagai upaya penyelesaian konflik selalu dilakukan. Namun seakan tidak ada habisnya konflik papua selalu muncul, terlebih para kelompok anti Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu memiliki senjata lengkap.
Sejak lama TNI terus berupaya untuk menyelesaikan persoalan di Papua, namun sering kali prajurit TNI di Papua baku-tembak dengan kelompok bersenjata, yang sering juga disebut dengan kelompok kriminal bersenjata.
Kontak senjata itu juga jelas menelan korban sehingga tidak jarang prajurit TNI menjadi korban pun anggota kelompok bersenjata itu. Teranyar, pada Sabtu (20/11/2021) kelompok bersenjata itu menyerang Markas Koramil Suru-suru di Kodim 1715/Yahukimo, Kabupaten Yahukimo, Papua, yang mengakibatkan seorang prajurit gugur akibat luka tembak, yakni Sersan Satu Ari Baskoro.
Baca Juga:Pendekatan Baru Penyelesaian Konflik Papua, Apa Reaksi TPNPB?
Guna mengatasi persoalan-persoanal semacam itu, Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, meminta agar TNI melakukan pendekatan kesejahteraan di Papua.
"Karena memang wakil presiden sangat intensif memantau perkembangan Papua, bagaimana (caranya) supaya pada 2022 nanti proses pembangunan kesejahteraan Papua bisa lebih intensif, bisa lebih nampak kepada masyarakat Papua manfaat kesejahteraannya," kata Juru Bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi.
Pesan itu disampaikan Ma'ruf secara langsung kepada Panglima TNI, Jenderal TNI Andika, dalam pertemuan mereka di rumah dinas wakil presiden, di Jakarta, Rabu siang (24/11/2021).
Ma'ruf juga meminta pengganti Marsekal TNI Hadi Tjahjanto itu untuk terus memantau perkembangan kondisi nasional, terutama di Papua dan Papua Barat, terkait percepatan pembangunan di Papua.
"Wakil presiden meminta (panglima TNI) memantau terus perkembangan-perkembangan nasional seperti apa, khususnya di Papua, karena wakil presiden punya tanggung jawab bagaimana menyejahterakan Papua," jelas sang juru bicara.
Baca Juga:Kejati Papua Barat Minta Sidang Pelaku Penyerangan Pos TNI Digelar di Makassar
TNI dibawah kepemimpinan Perkasa yang baru 10 hari menjabat tidak ingin menyelesaikan persoalan Papua dengan peperangan dengan kelompok bersenjata.
Ia ingin menggunakan diplomasi militer dan pendekatan humanis dalam menyelesaikan persoalan di Papua, sebagaimana yang dia sampaikan dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR beberapa waktu lalu.
Bahkan, dalam upaya menyelesaikan persoalan Papua, dia bertemu dengan Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Listyo S Prabowo, di Markas Besar Kepolisian Indonesia, pada Selasa (23/11) dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, Kamis (25/11).
Ia mengatakan dalam waktu dekat dia akan bertolak ke Papua dan akan mengumumkan strategi penanganan Papua sebagaimana yang dia wacanakan.
"Iya pasti (bahas pengamanan Papua). Nanti mudah-mudahan minggu depan saya akan ke Papua, akan kami umumkan di sana. Pembahasan Papua tadi jadi utama itu," kata Perkasa.
Pendekatan baru
Dalam pertemuannya dengan panglima baru TNI itu, Mahfud menyebutkan, TNI akan melakukan pendekatan baru dalam menangani persoalan Papua, sehingga diharapkan tidak terjadi lagi penembakan antara alat negara dengan kelompok bersenjata.
Prinsip pendekatannya sudah dituangkan dalam Inpres Nomor 9/2020, yang kemudian dilanjutkan dengan Keppres Nomor 20/2020.
"Intinya itu, pendekatan Papua itu adalah pembangunan kesejahteraan yang komprehensif dan sinergis," kata Mahfud. Artinya, di Papua itu pendekatannya bukan lagi dengan menggunakan senjata, tapi kesejahteraan. Secara umum, itulah metode baru bagi TNI yang telah diutarakan pemerintah walau belum ada penjelasan tahap-tahap pelaksanaan di tataran konsep dan lapangan.
Prajurit TNI yang melakukan operasi di Papua diharapkan mampu merangkul kelompok bersenjata agar mereka bisa kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dari ketiga matra TNI, adalah TNI AD yang memiliki paling banyak komando teritorial darat, termasuk di Papua yang terbagi dalam Kodam XVII/Cenderawasih di Papua, dan Kodam XVIII/Kasuari di Papua Barat. Selain sebagai komando utama pembinaan di bawah kepala staf TNI AD, Kodam juga adalah komando utama operasi yang langsung digunakan panglima TNI.
Hampir bersamaan dengan pernyataan soal pendekatan baru berbasis kesejahteraan bagi masyarakat di Papua itu, Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Dudung Abdurahman, berkata, "Satgas tidak harus memerangi KKB, namun mereka perlu dirangkul dengan hati yang suci dan tulus karena mereka adalah saudara kita. Keberhasilan dalam tugas bukan diukur dengan dapat senjata namun bagaimana saudara kita bisa sadar dan kembali ke pangkuan NKRI."
Ia menyatakan itu pada kunjungan perdana dia sebagai pucuk pimpinan unsur pembina kemampuan dan kekuatan TNI AD sejak dilantik, yaitu di Timika, Papua, pada Selasa (23/11).
Ia sebelumnya terkenal atas ketegasan sikapnya dalam mengatasi persoalan suatu organisasi massa di DKI Jakarta dan sekitarnya saat menjadi panglima Kodam Jaya, sesuatu yang menjadi perbincangan dan bahasan di berbagai fora media sosial dan media massa arus utama. Dari pos di Kodam Jaya itu, dia kemudian menjadi panglima Kostrad untuk kemudian menjadi kepala staf TNI AD menggantikan Perkasa.
Ia mengingatkan para prajurit yang bertugas di Papua agar menyayangi masyarakat setempat dan jangan pernah menyakiti hati masyarakat.
"Jangan sedikit pun berfikir untuk membunuh, kalian harus sayang masyarakat dan kalian harus tunjukkan rasa sayang kepada masyarakat Papua. Kamu harus baik pada masyarakat Papua, jangan menyakiti hati mereka," kata dia, saat memberikan pengarahan kepada prajurit TNI AD, Persit KCK dan Satgas Batalion Infantri PR 328/Dirgahayu, di Markas Batalion Raider 754/ENK20/3 Kostrad.
Meskipun TNI ingin merangkul kelompok bersenjata, namun prajurit TNI agar lebih mengutamakan keamanan masyarakat Papua dari ancaman dan intimidasi kelompok bersenjata.
"Bagi prajurit yang bertugas di wilayah konflik seperti Papua, jangan berpikir ingin membunuh kelompok kriminal bersenjata (KKB), tetapi harus berpikir bagaimana melaksanakan tugas negara untuk mengamankan masyarakat Papua yang saat ini diintimidasi kelompok-kelompok radikal bersenjata," ujar dia, di aula Kodam XVIII/Kasuari, di Manokwari, Papua Barat, Kamis (25/11).
Ia menegaskan kepada para pimpinan dan prajurit jajaran Kodam XVIII/Kasuari untuk selalu hadir di tengah-tengah kesulitan masyarakat Papua dan jangan sekali-sekali segan untuk turun membantu mengatasi masalah yang timbul.
"Cintailah masyarakat Papua, seperti layaknya mencintai diri sendiri," kata dia.
Bangun dialog
Upaya TNI, khususnya TNI AD dalam merangkul kelompok bersenjata di Papua mendapatkan dukungan dari Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan, yang menilai upaya TNI itu merupakan bukti komitmen TNI dalam melakukan upaya dialog. Pada masa lalu MPR adalah lembaga tertinggi di negara ini dan memiliki peran politik sangat sentral kepada ekskutif.
"Pernyataan ini adalah bukti TNI memiliki komitmen kuat untuk melakukan upaya dialogis mengajak KKB kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi," kata dia, di Jakarta, Jumat (26/11/2021).
Ia pun mengapresiasi pernyataan Abdurachman untuk merangkul kelompok bersenjata itu memuat pesan moral bahwa membangun Papua juga berarti membangun komitmen kolektif kebangsaan.
"Apa yang disampaikan KSAD, Jenderal TNI Dudung Abdurachman, patut diapresiasi. Ini akan memberikan pesan moral kepada seluruh prajurit TNI dan rakyat Papua bahwa membangun Papua adalah membangun komitmen kolektif kebangsaan," katanya.
Selain itu adalah merangkul, mencerahkan, dan menginternalisasi nilai-nilai kebangsaan serta rasa cinta Tanah Air adalah langkah yang patut ditindaklanjuti secara serius.
"Jika hal itu berhasil dilakukan, Papua akan damai dan secara otomatis pemberontakan dapat diredam. Saya memandang substansi pernyataan Kasad adalah komitmen perdamaian dan persatuan," katanya.
Upaya mencapai perdamaian dan persatuan itu, kata dia, perlu didukung melalui penegakan semua komponen wawasan dan nilai-nilai kebangsaan secara berkelanjutan.
Dukungan itu dapat diwujudkan melalui sosialisasi Empat Pilar MPR, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, secara masif, sistematis, dan terukur.
[ANTARA]