SuaraJawaTengah.id - Kasus kekerasan seksual di Kota Tegal pada tahun ini mencapai belasan kasus. Mirisnya, mayoritas korban merupakan anak-anak.
Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Puspa Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP2PA) Kota Tegal Trismanto mengungkapkan, selama 2021 hingga Oktober, terdapat 46 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.
"Terdiri dari perempuan sebanyak 18 orang, dan anak-anak 28 orang," ujar Trismanto, Kamis (9/12/2021).
Jumlah kasus kekerasan itu meningkat dibandingkan tahun lalu. Pada 2020, terdapat 36 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Baca Juga:Nasib RUU TPKS di DPR: Diwarnai Kepentingan Elektoral hingga Pandangan Konservatif
"Rinciannya perempuan dewasa 18 kasus, dan anak-anak laki-laki dan perempuan 18 kasus," kata Trismanto
Sementara dari puluhan kasus kekerasan pada tahun ini, Trismanto menyebut 15 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.
"Kekerasan seksual dengan korban anak-anak laki-laki ada 8 kasus, anak-anak perempuan 6 kasus dan perempuan dewasa satu kasus," ungkapnya.
Adapun kasus kekerasan seksual yang diproses di kepolisian jumlahnya empat kasus. Salah satu kasus yang diproses hukum dan menyita perhatian adalah pemerkosaan yang dilakukan seorang ayah kepada anak kandungnya sendiri.
Kasus tersebut mencuat pada awal November 2021. Perbuatan pelaku diketahui oleh ibu korban yang tak lain adalah istri pelaku sehingga dilaporkan ke Polres Tegal Kota.
Baca Juga:Skandal Kekerasan Seksual terhadap Santri Perempuan di Bandung: 8 Korban Telah Melahirkan
Tak hanya dipaksa melayani nafsu bejat pelaku hingga lima kali, korban yang berusia 10 tahun juga diancam akan dibunuh hingga mengalami trauma.
Trismanto mengatakan, PPT Puspa memberikan pelayanan terpadu terhadap saksi dan korban tindak kekerasan, termasuk korban kekerasan seksual.
"Kami memberikan perlindungan penanangan dan pemenuhan hak korban dengan memberikan layanan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, bantuan hukum, pemulangan dan reintregasi sosial," jelasnya.
Menurut Trismanto, PPT Puspa juga melakukan sejumlah upaya pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak dan perempuan di antaranya dengan mengoptimalkan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dan pengembangan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) hingga ke tingkat RT/RW.
"Tantangan ke depan yang dihadapi adalah kekerasan berbasis gender online (KBGO), salah satunya revenge porn atau penyebaran video atau foto pornografi korban atas dasar motif balas dendam," ujarnya.
Penanganan KBGO tersebut menurut Trismanto seringkali menghadapi sejumlah kendala, di antaranya minimnya alat bukti dengan pola kasus yang rumit dan penentuan yurisdikasi tempat terjadinya tindak pidana.
"Kemudian terbatasnya ahli yang paham mengaitkan Undang-undang ITE dengan KBGO," imbuh Trismanto.
Kontributor : F Firdaus