Konflik di Desa Wadas Menguras Energi, Seberapa Penting Proyek Bendungan Bener di Purworejo?

Menolak proyek strategis pemerintah Bendungan Bener terus digaungkan aktivis lingkungan dan masyarakat yang kontra dengan proyek tersebut, alam Desa Wadas disebut bisa rusak

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 10 Februari 2022 | 08:19 WIB
Konflik di Desa Wadas Menguras Energi, Seberapa Penting Proyek Bendungan Bener di Purworejo?
Lokasi proyek pembangunan Bendungan Bener. [stimewa/Purworejokab.go.id]

Berdasarkan laporan dari Angga Haksoro, Kontributor Suara.com, konflik di desa wadas adalah soal penambangan batu andesit. Desa tersebut akan berubah menjadi tambang, dan pastinya bisa merusak lingkungan, budaya dan sosial warga sekitar.

Spanduk warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo menolak tambang batu andesit. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]
Spanduk warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo menolak tambang batu andesit. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

Direktur Walhi Yogyakarta, Halik Sandera mengatakan Pemerintah dituding menyederhanakan masalah terkait dampak penambangan batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Penambangan batu dinilai merampas ruang hidup warga.

Halik menyebut kawasan tambang andesit akan mengubah bentang alam Desa Wadas. Kawasan tersebut menjadi penopang ekonomi masyarakat.

“Itu juga sebagai penopang ekonomi masyarakat. Ada banyak ragam tanaman, baik yang tegakan maupun yang sela,” kata Halik, Rabu (9/2/2022).

Baca Juga:Polisi Represif ke Warga Desa Wadas, KSP: Berlebihan, Perlu Dievaluasi

Bukit yang akan dijadikan lokasi tambang ditumbuhi tanaman produktif seperti aren, kopi, dan buah-buahan. Warga juga memanfaatkan bambu yang tumbuh di sekitar lokasi calon tambang untuk membuat kerajinan besek.

Survei potensi ekonomi yang dilakukan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, dan Lembaga Bantuan Hukum LBH Yogyakarta)  

Dalam survei potensi ekonomi yang dilakukan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, tanaman yang dibudidayakan di bukit calon tambang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Akumulasi nilai ekonomi per tahun dari panen petai diperkirakan mencapai Rp241 juta, kayu sengon Rp2 miliar, kemukus Rp 1,35 miliar, vanili Rp266 juta, dan durian Rp1,24 miliar. 

“Belum lagi misalnya yang harian itu ada pohon aren yang mereka panen untuk gula aren setiap pagi dan sore," paparnya.

Baca Juga:Pengepungan Aparat di Desa Wadas, PBNU Minta Polisi Gunakan Cara Humanis dan Hindari Kekerasan

Dampak jangka pendek yang akan dirasakan warga adalah menurunnya kualitas udara di Desa Wadas. Tutupan lahan yang berubah memicu perubahan suhu lokal. 

Halik Sandera mengritisi pendapat BBWSO yang menyebut proyek penambangan batu andesit tidak akan mengganggu pasokan air bersih warga.

Menurut dia, penambangan akan mengubah bentang alam Desa Wadas. Perubahan bentang alam akan mempengaruhi wilayah tangkapan air.

“Dampak lingkungan itu kalau belum terjadi, kemudian tidak menjadi fokus di luar warga yang menolak. Kesadaran warga bahwa itu menjadi ruang hidup dan kawasan penyangga kehidupan mereka, itu yang juga harus diperhatikan," tegasnya.

Pada konfrensi pers di Polres Purworejo, Rabu (9/2/2022) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu-Opak menjelaskan bahwa penambangan batu andesit di Desa Wadas tidak akan merusak mata air sekitar.

Berdasarkan penelitian BBWSO, di calon lahan tambang seluas 114 hektare hanya terdapat 1 mata air. Sedangkan 24 mata air lainnya berada di luar lokasi rencana penggalian.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak