SuaraJawaTengah.id - Wacana pelegalan ganja untuk keperluan medis atau pengobatan kembali mengemuka di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Tegal menganggap hal itu sulit dilakukan.
Kepala BNN Kota Tegal Sudirman mengatakan, tiap negara mempunyai pandangan hukum tersendiri terkait penggunaan ganja.
"Di Indonesia, kita tetap mengacu Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009. Ganja masih masuk narkotika golongan I yang tidak boleh dimiliki, disalahgunakan, apalagi diedarkan," ujar Sudirman, Kamis (30/6/2022).
Sudirman mengemukakan, ganja di Indonesia masuk dalam jenis cannabis sativa. Tanaman ini mengandung dua zat utama, yaitu Cannabidiol (CBD) dan Tetrahydrocannabinol (THC). Zat CBD-lah yang bisa dibuat untuk obat karena bersifat nonpsikoaktif.
Baca Juga:Halal Watch Tolak Indonesia Melegalkan Ganja
Jumlah kandungan kedua zat tersebut menurut Sudirman membedakan ganja di Indonesia dengan ganja di luar negeri.
"Kalau punya luar negeri bukan jenis cannabis sativa. Itu memang CBD-nya tinggi, itu yang dibuat obat. Sementara ganja di Indonesia CBD-nya kecil, malah THC-nya yang tinggi. Racunnya, zat psikoaktifnya tinggi," jelasnya.
Oleh karena itu, Sudirman menilai pelegalan ganja untuk kepentingan medis di Indonesia sulit dilakukan. Dia menyebut hasil penelitian menunjukkan tingkat zat psikoaktif ganja di Indonesia sangat tinggi.
"Berdasarkan penelitian, ganja Indonesia tingkat zat psikoaktifnya mencapai 18 persen. Kalau di luar negeri paling satu persen. Melihat jenisnya, ganja di Indonesia berbeda dengan yang ada di luar negeri, jadi saya pesimis kalau dibuat medis," tandasnya.
Sementara itu, kasus penyalahgunaan ganja di Kota Tegal sendiri menurut Sudirman beberapa kali berhasil diungkap. Terakhir, BNN Kota Tegal mengamankan paket ganja seberat tiga kilogram pada tahun lalu.
Baca Juga:Dekan FKUI Minta Penggunaan Ganja Medis Harus Hati-hati dan Terbatas
"Barang buktinya sudah diserahkan ke BNN Provinsi. Sebelumnya juga ada temuan ganja 10 kilo," ungkapnya.
- 1
- 2