Pameran Lukisan Mata Air Bangsa: Mentafsir Pemikiran Gus Dur dan Buya Syafii

Kontestasi politik Pemilu Presiden 2014 dan 2019 juga turut membelah jemaah sub kultur NU dan Muhammadiyah

Ronald Seger Prabowo
Minggu, 31 Juli 2022 | 12:38 WIB
Pameran Lukisan Mata Air Bangsa: Mentafsir Pemikiran Gus Dur dan Buya Syafii
Gus Mus berfoto bersama Bhikku Sri Pannavaro Mahathera disela pameran “Mata Air Bangsa. Persembahan untuk Gus Dur dan Buya Syafii Maarif” di OHD Museum, Kota Magelang, Sabtu (30/7/2022). [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

Lewat serangkaian pertemuan, tanggal 2 Juli 2022 ditetapkan sebagai tanggal digelarnya pameran. Tapi takdir berkata lain. Tanggal 27 Mei 2022, lima minggu sebelum pameran, Buya Safii Maarif meninggal dunia.  

Beberapa seniman mengubah karya atau menggubah lukisan baru untuk mengenang Buya Safii. Jadwal pameran kembali diundur ke tanggal 30 Juli 2022.

Gus Mus mengusulkan kepada Djoko Susilo untuk membuat lukisan baru, Gus Dur bertemu dengan Buya Safii Maarif. Lahirlah lukisan bertajuk “Buya Ahmad Syafii Maarif & Gus Dur (Guru Bangsa yang paling berani dan konsisten menjaga NKRI dan Kebhineka Tunggal Ikaan)”.

Mata Air Bangsa

Baca Juga:Pameran MANIFESTO VIII Hadirkan 108 Karya Perupa Indonesia

eni Wahid berfoto di depan lukisan Gus Dur dan Buya Syafii Maarif karya G. Djoko Susilo. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]
eni Wahid berfoto di depan lukisan Gus Dur dan Buya Syafii Maarif karya G. Djoko Susilo. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

Lukisan yang dipajang pada pintu masuk ruang pameran itu, menggambarkan Gus Dur dan Buya Safii saling berpelukan dengan bendera Merah Putih di tengah mereka.

Lukisan Gus Dur yang tangannya merangkul pundak Buya Syafii, menunjukkan ekspresi rindu mendalam setelah lama sekian lama tidak bertemu sahabatnya itu.

“Polarisasi semakin menguat di dunia. Bukan hanya di Indonesia. Kita perlu lebih banyak lagi tokoh-tokoh publik yang menyuarakan agar keutuhan bangsa itu lebih terjaga,” kata Yeni Wahid, putri kedua Gus Dur disela pembukaan pameran “Mata Air Bangsa. Persembahan untuk Gus Dur dan Buya Syafii Maarif”.

Menurut Yeni, selama hidup Abdurrahman Wahid dan Buya Safii Maarif berjuang menjaga keutuhan bangsa. Keduanya memangku nilai-nilai kebebasan dan perdamaian.

“Ini adalah upaya untuk terus menghidupkan nilai-nilai yang dulu diusung oleh kedua beliau tersebut,” kata Yeni yang memiliki nama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh Wahid.

Baca Juga:Bulog Jamin Daging Kerbau Beku Impor Asal India Bebas PMK

Pamitnya dua guru bangsa ini meninggalkan ruang toleransi yang melompong. Hari-hari mendatang -terlebih mendekati Pemilu 2024- kamar media sosial bakal gaduh oleh ujaran kebencian dan akrobat politik yang menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan.

Algoritma media sosial menurut Yeni Wahid membuat masyarakat terbelah. Masyarakat dikondisikan untuk melihat masalah secara hitam-putih.

Disisi lain masyarakat tidak memiliki cukup stamina untuk sabar membaca pesan. Masyarakat memahami masalah hanya dari membaca judul. Pemahaman mereka dangkal dan mudah disesatkan.

Gus Dur dan Buya Syafii yang merepresentasikan NU-Muhammadiyah punya peran mengkonsolidasikan kalangan umat untuk meminimalkan kerusakan itu.  

Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU-Muhammadiyah punya kewajiban menjaga umat tetap berpikir waras. Membangun kontra narasi menghadang praktik politik yang merusak tatanan sosial.

“Kami berterima kasih atas keinginan dan tindakan para seniman untuk terus mengusung nilai-nilai kebebasan, perdamaian. Semua nilai yang selama ini diusung oleh Abdurahman Wahid dan Buya Safii Maarif,” kata Yeni Wahid.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak