Mereka yang Terpaksa Berdamai di Tengah Bayang-bayang Semarang Tenggelam

Pola-pola pembangunan di wilayah pesisir yang tidak ramah jadi penyebab penurunan muka tanah di Kota Semarang.

Ronald Seger Prabowo
Sabtu, 24 Juni 2023 | 16:59 WIB
Mereka yang Terpaksa Berdamai di Tengah Bayang-bayang Semarang Tenggelam
Penampakkan banjir rob yang mengenangi wilayah RW 16 Tambaklorok, Semarang. Jumat (9/6/2023. [Suara.com/Ikhsan]

SuaraJawaTengah.id - Banjir rob bukan bencana baru di pesisir utara Kota Semarang. Naiknya air laut ke kawasan pemukiman disana bahkan tidak mengenal musim kemarau maupun penghujan.

Dibawah teriknya matahari siang itu, seorang pelajar Ifan Maulana terpaksa mencopot dan menenteng sepatu ketika melintasi jalan yang digenangi banjir rob di wilayah RW 16 Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara.

Saat kami tidak sengaja bertemu, saya tidak melihat raut kesedihan dalam diri seorang remaja yang akrab disapa Ifan tersebut. Ifan seolah telah berdamai dan menerima suratan takdir tersebut.

"Setiap berangkat dan pulang sekolah, saya menitipkan motor di RT sebelah. Kalau terobos sampai rumah, takut motor saya rusak," kata Ifan saat diwawancari SuaraJawaTengah.id, Jumat (9/6).

Baca Juga:Peningkatan Pelayanan Publik, Imigrasi Semarang Dikunjungi oleh Kantor Imigrasi Kalianda untuk Belajar Inovasi

Menurut Ifan, anak-anak sekolah di wilayah RW 16 yang tidak punya kendaraan pribadi ketika banjir rob. Mereka diantar jemput menggunakan roda tiga oleh aparat desa setempat.

"Saya tidak mau berharap banyak, hanya satu. Tolong jalan-jalan di kampung saya ditinggikan," tutur Ifan penuh harap.

Tidak ada kata lain selain pasrah yang keluar dari mulut Amron. Lelaki paruh baya itu selama 27 tahun tinggal di wilayah RW 16 sudah tiga kali meninggikan rumahnya.

Upaya tersebut Amron lakukan tak lain demi bertahan hidup serta menyelamatkan barang-barang berharga dari banjir rob yang sewaktu-waktu datang kapan saja.

"Sekarang ini banjir rob udah empat hari, wilayah RW 16 digenangi air rob. Cukup tinggi sampai 30 centimeter," ungkap Amron, Sabtu (24/6).

Baca Juga:Bench Baru, Panser Biru Pertanyakan Kenapa tanpa Logo PSIS Semarang, Ini Jawaban Yoyok Sukawi

Amron juga tidak segan menyoroti Undang-undang yang menyatakan kalau banjir rob tidak termasuk bencana alam. Hal itulah yang jadi penyebab masyarakat Tambaklorok tidak pernah mendapat bantuan. Walaupun saban tahun mereka diterjang banjir rob.

"Ketika banjir rob, yang saat khawatirkan itu kondisi anak-anak. Iya, karena mereka tidak leluasa beraktivitas," ujar Amron.

"Kodratnya anak-anak kan bermain di luar, belajar, mengaji, naik sepeda. Kalau banjir rob, mereka terpaksa harus berdiam diri di rumah. Jadi kasian," keluhnya.

Untuk keberlangsungan kehidupan warga Tambaklorok, Amron meminta pemerintah Kota Semarang untuk segera menyelesaikan pembangunan tanggul laut.

"Saya khawatir kemungkinan besar gelombang air laut di bulan Desember nanti lebih besar dari tahun yang lalu. Jadi mohon selesaikan pembangunan tanggul laut sesegera mungkin," pintanya.

Dalam Bayang-bayang Tenggelam

Wilayah pesisir Kota Semarang tidak dapat dipungkiri berada dalam ancaman tenggelam. Berdasarkan penelitian yang diterbitkan oleh Geophysical Research Letters, Semarang diurutan kedua di dunia sebagai kota yang paling cepat tenggelam.

Dalam penelitian itu menyebutkan banyak faktor yang mempengaruhi Kota Semarang akan tenggelam diantaranya penurunan muka tanah setiap tahun rata-rata 3,96, penggunaan air tanah secara masif, beban industri, serta perencanaan tata kota yang kurang baik.

Aktivis lingkungan, Iqbal Alma Ghosan Altofani tidak kaget ketika mendengar hasil riset tersebut. Kompleksnya permasalahan di pesisir utara Kota Semarang bakal berujung malapetaka.

"Akar permasalahan adalah pemerintah, karena wilayah-wilayah pesisir ditetapkan oleh mereka untuk industri. Kita tau kalau industri penyebab utama ekstraksi air tanah besar-besaran," kata Iqbal.

Di depan kantor Gubernur Jawa Tengah, Jumat (23/6), Iqbal bersama kawan-kawannya yang peduli lingkungan mengingatkan pemerintah dengan cara membawa lukisan dan foto yang menggambarkan kondisi pesisir utara Semarang, Demak dan Pekalongan yang terancam tenggelam.

"Kami merasa kondisi warga pesisir saat ini seperti dikejar air laut. Setiap tahun mereka harus menaikan rumah. Kalau tidak begitu, mereka harus ikhlas tempat tinggal mereka tenggelam," imbuhnya.

Lelaki yang aktif di Wahana Lingkungan Hidup Jawa Tengah (Walhi Jateng) mempertanyakan kebijakan pemerintah yang bakal menambah industri baru di pesisir utara Semarang.

"Kenapa beban-beban industri masih diletakkan di pesisir? Pengelolaan air tanah juga tidak jelas. Bahkan data mengenai air tanah saja mereka tidak punya," tegas Iqbal.

Sedangkan menurut Pakar Lingkungan dan Tata Kota Universitas Islam Sultan Agung (Unisulla) Milla Karmila, menilai pola-pola pembangunan di wilayah pesisir yang tidak ramah jadi penyebab penurunan muka tanah di Kota Semarang.

"Bisa jadi prediksi itu Semarang paling cepat tenggelam kedua di dunia itu meleset. Kalau kita melakukan rekontruksi sosial yang ramah terhadap lingkungan," ucap perempuan yang akrab disapa Milla via telpon, Rabu (21/6).

Namun jika pengambilan air bawah tanah di wilayah pesisir masih dilakukan besar-besaran. Semarang tenggelam tinggal menunggu waktu saja.

"Paling parah memang pengambilan air bawah tanah. Ketimbangan beban bangunan industri. Tapi selain itu bisa jadi ada pembangunan-pembangunan lain yang berdampak signifikan terhadap penurunan permukaan tanah," tutur Milla.

Terkait pembangunan tanggul laut, menurut pandangan Milla itu merupakan solusi jangka pendek. Untuk mencegah pesisir Semarang dari ancaman tenggelam harus memperbanyak rekayasa penanaman mangrove.

"Tapi perlu digaris bawahi tidak semua wilayah pesisir kita bisa ditanami mangrove. Kita harus melakukan penelitian terkait hal itu, apakah karena jenis mangrovenya atau karena apa," ucap Milla.

"Kalau pada akhirnya kita tidak bisa melawan air. Kita harus bersahabat dengan air. Artinya warga harus membangun rumah apung," tandasnya.

Kontributor: Ikhsan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak