SuaraJawaTengah.id - Kasus atau praktik dugaan mafia tanah akhir-akhir ini sedang jadi perbincangan publik di Kota Semarang. Hal itu dilatar belakangi banyaknya pemberitaan tentang kasus mafia tanah yang terjadi.
Akhir tahun 2022 lalu, pengusaha Semarang, Agus Hartono ditangkap tim gabungan Intel Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang pada Kamis (22/12/2022). Penangkapan tersebut terkait kasus dugaan korupsi kredit fiktif yang merugikan negara sebesar Rp25 miliar.
Nama Agus Hartono juga telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus mafia tanah di Salatiga, Jawa Tengah. Juli 2023, Agus Hartono divonis hakim Pengadilan Negeri Semarang dengan hukuman 10,5 tahun penjara terkait kasusnya.
Dugaan kasus mafia tanah sebelumnya juga muncul pada tahun 2021 di Kota Semarang. Pemilik sebidang lahan di kawasan Cebolok, Kelurahan Sambirejo, Kota Semarang, Iin Hastuti dan Mila Tanu Raharjo mendesak Kanwil ATR/BPN Jateng bertanggung jawab karena menilai BPN mengeluarkan sertifikat ganda.
Keduanya memiliki lahan seluas kurang lebih 4.000 meter persegi yang dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 02878 yang diterbitkan pada tahun 1997.
Sementara pada 2021, BPN Semarang menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Mutiara Artery Property di atas objek tanah yang sama.
Di objek yang sama pula, dugaan kasus mafia tanah juga mucul lagi pada 22 September 2022 lalu, setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Budiarto Siswojo melawan para tergugat, PT Mutiara Arteri Property. Direktur dan komisaris PT Mutiara Arteri Property selaku tergugat dinyatakan telah wanprestasi karena mengingkari kesepakatan jual beli lahan seluas kurang lebih 15 hektare.
Lahan di Jalan Gajah Raya, Kota Semarang tersebut kini sudah dipecah menjadi 350-an sertifikat yang di atasnya telah dibangun Perumahan Mutiara Arteri Regency.
Padahal kala itu, belum ada pembayaran secara menyeluruh atas perjanjian jual beli tersebut. Tapi anehnya, BPN telah mengeluarkan ratusan sertifikat hasil pemecahan atas tanah tersebut.
Baca Juga:Soal Joko Santoso Diduga Pukul Kader PDIP, Gerindra Serahkan ke Polisi: Itu Ranah Pidana
Hakim menghukum para tergugat yang selama ini menguasai ratusan sertifikat untuk menyerahkan ke notaris Dewi Kusuma sesuai ketentuan Pasal 4 Akta Addendum yang disepakati sebelumnya.
Maraknya praktik mafia tanah di Kota Semarang mendapat perhatian serius Anggota Komisi III, Dede Indra Permana S. Politisi PDI Perjuangan itu mendesak agar aparat penegak hukum bertindak tegas tanpa pandang bulu meski melibatkan oknum pemerintahan di dalamnya.
"Aparat penegak hukum saya minta harus benar-benar objektif dalam perkara yang melibatkan mafia tanah karena disinyalir melibatkan unsur aparat dan oknum BPN yang dengan mudahnya diatur mafia tanah," katanya di Semarang pada Minggu (24/9/2023).
Dede Indra Permana pun mempertanyakan sejumlah laporan perkara tanah yang terkesan lambat ditindaklanjuti.
“Beberapa laporan dan aspirasi yang kami terima mengerucut pada perkara-perkara tanah yang melibatkan seseorang, yang anehnya di mana setiap laporan yang melibatkan nama tersebut selalu lambat, bahkan terkesan tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum," kata Dede.
Pernyataan anggota Komisi III DPR-RI, Dede Indra Permana S juga didukung Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah. Lembaga yang selama ini fokus dalam advokasi masalah korupsi tersebut menyoroti maraknya praktik mafia tanah di Kota Semarang.
Sekretaris KP2KKN Jateng, Ronny Maryanto menyebut, kasus mafia tanah ini dapat menimpa siapa saja, baik masyarakat kecil hingga pengusaha yang secara ekonomi memiliki posisi kuat.
Ronny menuturkan, bentuk mafia tanah yang terjadi selama ini setidaknya ada dua modus, di antaranya sertifikat ganda (penyerobotan tanah) dan persil tumpang tindih. Sedangkan oknum-oknum yang berpotensi terlibat dalam permainan mafia tanah di antaranya oknum petugas BPN, notaris, maupun pejabat di pemerintahan seperti lurah/kepala desa, camat hingga pejabat pada level atas di Kabupaten/Kota.
"Maka dengan ini kami KP2KKN Jawa Tengah mendesak kepada Satgas Anti Mafia Tanah juga aparat penegak hukum (KPK dan Kepolisian) untuk membongkar praktik-praktik mafia tanah di Kota Semarang dan tentunya perlu adanya tindakan tegas kepada oknum-oknum, baik di BPN Kota Semarang maupun pejabat di pemerintahan yang bermain di lingkaran setan mafia tanah ini," pungkas Ronny.
Rugikan Masyarakat
Menanggapi maraknya kasus mafia tanah, Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah memasifkan sosialisasi mengenai bahaya berbagai praktik mafia tanah yang dapat merugikan masyarakat atau pemilik tanah.
Kepala Kanwil ATR/BPN Provinsi Jateng Dwi Purnama usai seminar pertanahan yang digelar Kanwil ATR/BPN Provinsi Jateng di Semarang, Jumat (23/9/2023) mengungkapkan, saat ini sering terjadi kasus masyarakat yang tidak merasa menjual tanahnya, namun status kepemilikannya beralih tangan sehingga perlu dilakukan sosialisasi secara masif mengenai bahayanya meminjamkan sertifikat serta praktik mafia tanah.
“Dengan pertemuan ini kita bisa berkolaborasi, dan menjadi pemahaman bersama, dari sisi BPN juga harus lebih hati-hati tapi tidak lambat,” ujarnya.
Sebagai informasi, mafia tanah merupakan kejahatan pertanahan yang melibatkan sekelompok orang untuk menguasai tanah milik orang lain secara tidak sah atau melanggar hukum.
Ketersediaan tanah yang terbatas mengakibatkan tanah memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi dan menjadi salah satu objek perebutan bagi masyarakat. Mafia tanah hadir karena pengawasan yang rendah serta minimnya penegakan hukum.
Pada umumnya, modus operasi yang dilakukan oleh mafia tanah adalah pemalsuan dokumen dan melakukan kolusi dengan oknum aparat. Selain itu, mafia tanah juga bisa melakukan rekayasa perkara serta melakukan penipuan atau penggelapan hak suatu benda untuk merebut tanah milik orang lain.
Beberapa dampak yang ditimbulkan oleh mafia tanah, antara lain tidak terwujudnya kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat, menghambat pembangunan karena investor enggan berinvestasi, berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap negara, serta terjadi sengketa penguasaan hak kepemilikan atas tanah.
Hilangnya hak milik pribadi atau penggunaan hak yang tidak berdasarkan hukum juga mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada negara, khususnya terhadap pengaturan kepemilikan tanah di Indonesia.
Padahal Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto pernah mengatakan, pemerintah berkolaborasi untuk menindak tegas mafia tanah. Termasuk, jika mafia tersebut adalah oknum aparat pemerintahan, baik oknum polisi, oknum jaksa, atau pun oknum hakim.
"Modus mafia tanah juga berkolaborasi dengan oknum-oknum di lembaga hukum. Termasuk juga mafia peradilan. Ada oknum kepolisian, ada oknum jaksa, dan hakim. Kalau semua sudah kita identifikasi, kita bersinergi, karena oknum mafia tanah juga ada yang di dinas-dinas ini. Banyak yang sudah kita selesaikan," paparnya baru-baru ini.