SuaraJawaTengah.id - Media sosial masih menjadi pilihan utama masyarakat untuk menentukan pandangan politiknya pada Pilpres 2024 ini. Namun, terdapat perubahan minat publik dalam memanfaatkan media sosial untuk merespons perkembangan isu-isu terkini.
TikTok sekarang menjadi platform media sosial yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan X (Twitter).
Survei yang dilakukan oleh Indikator Politik pada periode 23-24 Desember 2023 lalu menunjukkan bahwa hanya 6,7% dari calon pemilih menggunakan X (Twitter) sebagai referensi dan wadah ekspresi politik.
Sementara itu, TikTok, yang pada awalnya dianggap sebagai media sosial alternatif dan hiburan semata, kini telah menjadi platform media sosial yang dominan dan merangkul semua lapisan masyarakat.
Baca Juga:Survei indEX: Elektabilitas Prabowo-Gibran Tembus 51,1 Persen, Ganjar-Mahfud Semakin Jauh Tertinggal
"Kita bisa melihat riuh di X (Twitter) hanya menyasar netizen lama atau senior yang lebih konvensional dan memiliki kepentingan sosial atau politik. Mereka asyik bermain dengan warga X (Twitter) yang terkesan itu-itu saja. Sayangnya banyak media nasional, homeless media, dan tokoh prominent yang masih mengutip X (Twitter) karena sudah tersedia secara publik alat ukur; monitoring, serta analisis secara gratis dan terjangkau," kata Direktur Strategi Pusat Penerangan Politik (Puspenpol), Adrian Zakhary dikutip dari keterangan tertulis pada Selasa (23//1/2024).
Ia juga menambahkan bahwa Masyarakat masih tetap mengandalkan Trending Topic dan Keyword populer di X (Twitter) sebagai acuan, bahkan menjadi sorotan utama dalam berita media.
Padahal, akun-akun yang turut membentuk percakapan real-time tersebut tidak semuanya berasal dari Akun Asli (Identitas Asli) atau Akun Komunitas/Kelompok/Institusi yang dikelola oleh manusia, tetapi sebagian besar merupakan akun bot (robot) dan akun proxy.
Menurut Adrian, di beberapa negara lain, X (Twitter) sudah mulai ditinggalkan. Data global dari Statista menunjukkan bahwa X (Twitter) berada di peringkat ke-12 dengan 666 juta pengguna. Meskipun begitu, di Indonesia, masih tercatat 18,5 juta pengguna aktif per Juli 2023, menjadikan negara kita sebagai pengguna X (Twitter) terbesar ke-5 di dunia.
Selain itu, jika kita membahas media sosial saat ini, X(Twitter) jauh tertinggal dari TikTok. Menurut We Are Social, pada bulan November 2023, terdapat 106 juta pengguna aktif TikTok di Indonesia, menempatkannya sebagai yang terbanyak kedua di dunia setelah Amerika Serikat.
Baca Juga:Pilpres Semakin Dekat, Ganjar Minta Pendukungnya Disiplin Turun ke Rakyat
Dengan jumlah pengguna TikTok yang begitu besar, dapat dianggap bahwa TikTok layak dijadikan sebagai sumber referensi politik di tanah air.
Dalam menyikapi pengaruh besar TikTok, sejak dimulainya kontestasi politik Pilpres dan Pileg 2024, Puspenpol telah melakukan kajian dan memperkuat riset melalui konten dan pengguna TikTok. Bahkan pada Debat ke-4, Puspenpol juga menampilkan Monitoring dan Analisis di Media Sosial, terutama fokus pada TikTok.
Bahkan Di TikTok, kita akrab dengan For You Page (FYP), yang merupakan tujuan pengguna untuk menjadi viral dan populer di platform tersebut. FYP memiliki konsep Trending Topic yang mirip dengan X (Twitter), namun memiliki algoritma atau metode perhitungan yang berbeda.
X (Twitter) menggunakan volume #hashtags atau kata kunci sebagai dasar, di mana semakin tinggi volume yang didukung oleh akun organik, influencer (dengan banyak pengikut), dan akun-akun pendukung, maka peluang untuk menjadi Trending Topic akan semakin besar.
Trending Topic bersifat real-time dan memiliki batasan tampilan dalam periode waktu tertentu. Oleh karena itu, diperlukan volume yang besar dengan dukungan dari akun-akun yang kuat secara Bersamaan untuk dapat menjadi "viral" di X (Twitter).
Namun, jika dibandingkan dengan X (Twitter), TikTok memiliki pola algoritma yang unik. Pada FYP, jumlah pengikut tidak menjadi faktor utama, karena konten akan didistribusikan berdasarkan minat, riwayat pencarian, dan/atau konten yang telah ditonton sebelumnya.
Oleh karena itu, TikTok lebih menarik bagi banyak kreator konten yang belum dikenal di platform media sosial lain. Mereka merasa bahwa TikTok lebih "adil," di mana konten berkualitas dan kreatif dapat mendapatkan perhatian besar dari pengguna, tanpa harus memiliki banyak pengikut.
Puspenpol telah memiliki keprihatinan utama selama dua tahun terakhir, terutama terkait dengan dinamika dan keunikan politik di TikTok. TikTok awalnya dianggap sebagai alternatif dan kini telah menjadi platform utama.
Konsep Konten yang Dihasilkan Pengguna (User Generated Content atau UGC) di TikTok menonjolkan bahwa konten berasal dari akar rumput, di mana konten viral direferensikan oleh popularitas konten dan kelompok.
Ini didukung oleh komunitas pengguna yang kuat, yang dapat membuat suatu konten menjadi populer di FYP. TikTok tidak hanya mengandalkan Video Pendek, tetapi juga telah berkembang dengan menggunakan narasi dan grafis (termasuk teks), menjadi konten yang sangat diminati oleh pengguna.
Monitoring dan Analisis Media di media sosial, khususnya TikTok, menjadi sangat penting karena penetrasi internet terus meningkat. Menurut survei Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2023, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 215,62 juta orang.
Ini berarti penetrasi monitoring internet mencapai 78,19%, yang artinya 8 dari 10 orang Indonesia adalah pengguna internet.
“FYP di TikTok akan menjadi The News Game Changer dari Politik Indonesia masa kini. Kita bisa lihat dari sekarang, para politisi berlomba merebut hati warga TikTok. Tanggal 14 Februari 2024 kita juga bisa buktikan sendiri bagaimana Paslon atau Kandidat yang bisa unggul di TikTok bisa menjadi Pemenang dalam Pemilu, baik Pilpres maupun Pileg. Biar sejarah yang membuktikannya.” Tutup Adrian Zakhary, Direktur Strategi Puspenpol.