Jejak Semaoen dan Aksi Mogok Kerja Pernah Lumpuhkan Transportasi Kota Semarang di Masa Hindia Belanda

Setiap tanggal 1 Mei atau May Day merupakan perayaan tahunan dan menjadi simbol perjuangan kelas pekerja di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Ronald Seger Prabowo
Rabu, 01 Mei 2024 | 19:19 WIB
Jejak Semaoen dan Aksi Mogok Kerja Pernah Lumpuhkan Transportasi Kota Semarang di Masa Hindia Belanda
Potret bekas kantor organisasi VSTP di kawasan Kota Lama Semarang, Rabu (1/5/2024) [Suara.com/Ikhsan]

SuaraJawaTengah.id - Setiap tanggal 1 Mei atau May Day merupakan perayaan tahunan dan menjadi simbol perjuangan kelas pekerja di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Perayaan May Day atau Hari Buruh Sedunia di tanah air identik dengan demontrasi hingga mogok kerja. Cara ini dilakukan agar para pengusaha memperhatikan hak-hak buruh dan kesejahteraannya.

Buruh di Kota Semarang punya sejarah panjang bikin gerakan dan mobilisasi sejak zaman Hindia Belanda. Rentan tahun 1923-1925 pernah terjadi aksi mogok kerja besar-besaran oleh buruh yang bekerja di kereta api dan pelabuhan.

Mereka melakukan aksi tersebut lantaran kebijakkan Pemerintahan Hindia Belanda yang tidak pro terhadap buruh. Semaoen salah satu tokoh Partai Komunis Indonesia Semaoen adalah dalang yang membakar api semangat para buruh untum mogok kerja.

Baca Juga:Kisah Pemuda Semarang Bikin Program Makan Siang Gratis: Udah Bertahan Delapan Tahun

Melalui organisasinya Vereningging van Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP), Semaoen-lah yang menjadi penggerak dan mengadakan pertemuan dengan para buruh. Kemudian terjadilah kesepakatan jika ada seorang buruh yang tertangkap, maka mereka melakukan aksi mogok kerja.

"Pernah ada aksi mogok tapi nggak sebesar tanggal 8 Mei 1923 setelah Semaoen ditangkap," ucap Pemerhati Kota Semarang, Mozes Christian Budiono, pada Suara.com, Rabu (1/5/24).

Lelaki yang akrab disapa Mozes tersebut membeberkan jejak Semaoen dan bekas kantor VSTP masih berdiri kokoh di ujung timur kawasan Kota Lama atau di Jalan Letjen Suprapto, Kecamatan Semarang Utara.

Berdasarkan pantauan Suara.com, bekas kantor VSTP beralih fungsi jadi rumah warga. Akan tetapi terpampang sebuah peringatan yang menyatakan tanah dan bangunan tersebut sedang dalam sengketa.

"Gubernur Hindia Belanda kala itu  mengurangi tenaga kesehatan, fasilitas umum dan gaji buruh yang kurang layak," ungkap Mozes.

Baca Juga:Terungkap Penemuan Mayat di Gunungpati, Ternyata Korban Pengeroyokan, Ini Identiasnya

Sebelum VSTP lahir, gerakkan buruh di Kota Lunpia belum terorganisir dengan baik. Setelah VSTP didirikan dan dipimpin Semaoen aksi-aksi buruh jadi lebih terencana.

Bahkan para buruh di seluruh Jawa pernah serentak melakukan aksi mogok kerja. Tak hanya buruh kereta api dan pelabuhan. Buruh tram, pedagang pasar, pekerja bengkel dan kusir ikut mogok kerja.

Menurut Mozes, aksi mogok kerja yang dilakukan saat itu melumpuhkan aktivitas transportasi dan perekonomian. Sebab kereta api dan trem jadi tulang punggung mendistribusikan berbagai komoditas.

Aksi-aksi para buruh tersebut tak berbuah manis. Pemerintah Hindia Belanda mengerahkan tentara dan melakukan tindakan represif untuk menghentikan aksi buruh tersebut. Bahkan Semaoen juga turut  diasingkan ke Eropa oleh Pemerintah Hindia Belanda.

"VSTP ini merupakan salah satu organisasi buruh yang terbuka dengan warga pribumi. Anggotanya malah didominasi pribumi," kenangnya.

Kontributor : Ikhsan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini