SuaraJawaTengah.id - Islam Aboge adalah sebuah sistem penanggalan Islam Jawa yang menetapkan bahwa Tahun Alif Bulan Suro jatuh pada Hari Rabu Wage.
Sistem ini mengacu pada prinsip kalender Jawa yang disebut Hisab Rukyah Kejawen.
Perhitungan kalender Aboge diyakini telah digunakan sejak abad ke-14 oleh para wali dan kemudian disebarluaskan oleh Raden Rasid Sayid Kuning dari Pajang.
Sejarah Islam Aboge
Baca Juga:Purwokerto Half Marathon 2025 Resmi Diluncurkan, Targetkan 8.000 Pelari
Islam Aboge pertama kali diperkenalkan oleh Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning atau yang lebih dikenal sebagai Raden Rasid Sayid Kuning.
Raden Sayid Kuning merupakan keturunan Arab di Cirebon yang pada abad ke-16 menikah dengan putri dari Kadipaten Onje.
Di daerah ini, ia menyebarkan ajaran Islam serta memperkenalkan sistem penanggalan berbasis windu yang dikenal sebagai penanggalan Aboge.
Di Kadipaten Onje, Raden Sayid Kuning mengajarkan Islam di sebuah masjid yang telah berdiri sejak lama.
Masjid ini dipercaya sebagai salah satu masjid tertua di Jawa dan menjadi titik awal penyebaran ajaran Aboge ke berbagai daerah.
Baca Juga:Waspada! Gelombang Tinggi Ancam Perairan Selatan Jateng, Nelayan dan Wisatawan Diminta Berhati-hati
Sistem Perhitungan Kalender Aboge
Islam Aboge menggunakan sistem perhitungan dalam siklus satu windu (delapan tahun) yang terdiri dari tahun Alif, Ha, Jim Awal, Za, Dal, Ba/Be, Wawu, dan Jim Akhir.
Dalam satu tahun terdapat 12 bulan, dengan masing-masing bulan terdiri dari 29-30 hari. Sistem ini juga menggunakan pasaran Jawa, yaitu Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing.
Setiap awal tahun dalam siklus windu memiliki hari dan pasaran tertentu:
- Tahun Alif dimulai pada Rabu Wage (Aboge)
- Tahun Ha dimulai pada Ahad Pon (Hakadpon)
- Tahun Jim Awal dimulai pada Jumat Pon (Jimatpon)
- Tahun Za dimulai pada Selasa Pahing (Zasahing)
- Tahun Dal dimulai pada Sabtu Legi (Daltugi)
- Tahun Ba/Be dimulai pada Kamis Legi (Bemisgi)
- Tahun Wawu dimulai pada Senin Kliwon (Waninwon)
- Tahun Jim Akhir dimulai pada Jumat Wage (Jimatge)
Awalnya, sistem kalender ini disusun atas perintah Sultan Agung Hanyakrakusuma, penguasa Kerajaan Mataram saat itu. Seiring waktu, terjadi modifikasi dan penyesuaian, sehingga model penanggalan ini sedikit berbeda dari versi awal yang ditetapkan oleh Sultan Agung.
Kalender ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan umat Islam Jawa dalam menentukan berbagai perayaan, seperti Idul Fitri, Idul Adha, dan awal Ramadhan.