- Modus penipuan kerja paruh waktu marak di medsos, tawarkan gaji besar untuk tugas ringan.
- Pelaku membangun kepercayaan dengan bayar awal, lalu jebak korban lewat deposit palsu.
- Jaringan internasional asal China ini menarget korban yang butuh uang, rugikan hingga miliaran.
SuaraJawaTengah.id - Di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu, banyak orang mencari peluang kerja tambahan lewat media sosial.
Tawaran kerja paruh waktu dengan iming-iming gaji besar sering kali terasa menggiurkan, apalagi jika hanya perlu klik, like, atau share untuk mendapatkan uang.
Namun di balik kemudahan itu, ternyata tersimpan jebakan besar yang sudah memakan banyak korban di seluruh Indonesia.
Kasus penipuan kerja paruh waktu ini bahkan sudah diusut oleh pihak Mabes Polri. Fakta terbaru menunjukkan jaringan pelaku berasal dari luar negeri, terutama dari China daratan, dan beroperasi di negara ketiga seperti Kamboja dan Dubai.
Baca Juga:Curhat Dokter Wonogiri: 1 Orang Layani 10 Desa, Gubernur Luthfi Ambil Langkah Ini
Salah satu pelaku bernama Colby dikabarkan sudah tertangkap, namun jaringan besar lainnya masih aktif.
Agar Anda tidak ikut menjadi korban, berikut adalah 7 ciri dan tahapan modus penipuan kerja paruh waktu yang wajib diwaspadai sebagaimana dikutip dari YouTube.
1. Modus Dimulai dari DM atau Chat Pribadi
Biasanya, pelaku akan menghubungi calon korban lewat DM Instagram, Facebook, atau WhatsApp. Mereka berpura-pura sebagai perekrut dari marketplace ternama seperti Shopee, Lazada, atau Zalora.
Pesannya dibuat sopan dan profesional agar terlihat meyakinkan.
Baca Juga:7 Langkah Membuat Laporan Keuangan Warung dengan ChatGPT: Cepat, Rapi, dan Otomatis
Pelaku akan menawarkan pekerjaan ringan seperti memberikan like atau rating pada produk tertentu, dengan imbalan uang tunai. Karena terlihat sederhana dan tanpa modal, banyak orang langsung tergoda untuk mencoba.
2. Misi Pertama dan Kedua Dibayar Benar-Benar
Untuk membangun kepercayaan, pelaku akan benar-benar mentransfer uang pada dua pekerjaan pertama. Misalnya Anda diminta like tiga produk, kemudian dalam waktu singkat menerima komisi sebesar Rp20.000 hingga Rp50.000.
Rasa percaya mulai tumbuh. Korban merasa aman dan menganggap pekerjaan itu nyata. Ini adalah strategi awal untuk membuat korban yakin bahwa sistem mereka legal dan menguntungkan.
3. Mulai Didorong ke Level Lebih Tinggi
Setelah sukses di tahap pertama dan kedua, korban akan ditawari pekerjaan level berikutnya dengan imbalan yang jauh lebih besar. Di sinilah jebakannya mulai bekerja. Untuk ikut di level baru, pelaku meminta korban melakukan deposit atau top up sejumlah uang.
Korban yang sudah percaya akhirnya berpikir, “Kalau dari dua proyek sebelumnya dibayar, yang ketiga pasti juga dibayar.” Padahal justru di sinilah uang mulai disedot oleh pelaku.
4. Masuk ke Grup Rahasia dan Tekanan Psikologis
Setelah melakukan deposit, korban akan dimasukkan ke dalam grup WhatsApp atau Telegram berisi beberapa orang. Tidak semua anggota grup adalah korban, karena sebagian merupakan anggota jaringan pelaku yang pura-pura ikut bekerja.
Mereka akan mengatur tekanan psikologis. Misalnya, bila satu orang belum membayar atau top up, maka bonus grup tidak akan cair. Hal ini membuat korban terpaksa mentransfer uang lagi agar tidak disalahkan oleh “rekan kerja” lain. Inilah bentuk manipulasi yang sering kali membuat korban kehilangan kendali.
5. Uang Tidak Kunjung Cair, Selalu Ada Alasan Baru
Saat korban meminta hasil kerja atau bonus, pelaku selalu punya alasan baru. Katanya uang belum cair karena ada pajak, kesalahan sistem, atau misi belum selesai. Korban lalu disuruh menambah top up agar saldo bisa dicairkan.
Proses ini berulang tanpa akhir. Korban terus menambah setoran dengan harapan uang sebelumnya bisa kembali, padahal semuanya hanyalah jebakan yang dikendalikan dari luar negeri
6. Jaringan Internasional Bermodus Sama di Banyak Negara
Kasus ini bukan penipuan biasa. Berdasarkan hasil penyelidikan, jaringan pelaku berskala internasional dengan perputaran uang mencapai triliunan rupiah.
Mereka mempekerjakan operator di beberapa negara seperti Thailand, Uni Emirat Arab, dan Kamboja untuk mengelola sistem dan komunikasi. Jadi walau satu kelompok tertangkap, jaringan lain bisa terus berjalan.
Modusnya selalu sama: membuat korban percaya, memberi sedikit hasil di awal, lalu memancing deposit dalam jumlah besar. Banyak korban bahkan mengaku kehilangan uang hingga ratusan juta rupiah.
7. Korban Terbanyak Adalah Orang yang Sedang Butuh Uang
Pelaku biasanya menargetkan orang yang sedang kesulitan ekonomi atau mencari pekerjaan tambahan, seperti ibu rumah tangga, mahasiswa, dan pekerja paruh waktu.
Mereka memanfaatkan kondisi emosional korban dengan iming-iming “kerja ringan, hasil besar.” Awalnya hanya iseng, namun lama-kelamaan uang yang dikeluarkan makin banyak hingga tabungan habis. Ada pula korban yang sampai menjual barang pribadi karena terjebak janji palsu pelaku.
Penipuan berkedok kerja paruh waktu semakin marak karena pelaku memanfaatkan situasi ekonomi dan keinginan masyarakat untuk mencari penghasilan tambahan. Keberhasilan Mabes Polri mengungkap jaringan pelaku asal luar negeri memang patut diapresiasi, namun masyarakat tetap harus waspada.
Ingat, tidak ada pekerjaan mudah dengan bayaran besar tanpa risiko. Jika tawarannya terlalu bagus untuk jadi kenyataan, besar kemungkinan itu hanyalah jebakan.
Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman Anda, terutama mereka yang sedang mencari pekerjaan tambahan. Jangan sampai kesempatan mencari rezeki justru berubah menjadi bencana keuangan. Tetap waspada dan cerdas dalam menerima tawaran kerja online.
Kontributor : Dinar Oktarini