- Sabda Paku Buwono XIV menandai peralihan takhta dan doa kasih seorang anak bagi ayahnya yang wafat.
- Prosesi adat disertai gamelan monggang menggambarkan perjalanan arwah raja menuju alam keabadian.
- Iring-iringan ke Imogiri menjadi simbol kesetiaan rakyat dan refleksi nilai luhur kepemimpinan Jawa.
Setelah sabda dan gamelan terdengar, iring-iringan jenazah PB XIII bergerak meninggalkan Keraton menuju Pajimatan Imogiri, Yogyakarta, tempat dimakamkannya para Raja Mataram.
Barisan prajurit berpakaian lengkap membuka jalan, diikuti oleh abdi dalem pembawa pusaka, keluarga besar, dan masyarakat yang berduka.
Adegan ini bukan hanya ritual penghormatan, tetapi juga simbol kesetiaan rakyat terhadap rajanya yang bahkan dalam perpisahan terakhir tetap dijaga dengan tata krama dan kehormatan tinggi.
5. Refleksi Nilai: Antara Tugas Dunia dan Tanggung Jawab Spiritual
Momen pelepasan ini menyiratkan keseimbangan antara kewajiban duniawi dan spiritual.
Sebagai raja muda, Paku Buwono XIV memikul dua tanggung jawab sekaligus, menjalankan prosesi adat dengan sempurna sambil menata batin menghadapi kehilangan ayahanda.
Baca Juga:5 Fakta Menarik KGPAA Hamangkunegoro, Kandidat Terkuat Putra Mahkota Keraton Surakarta Naik Takhta
Dalam pandangan masyarakat Jawa, tindakan ini menunjukkan kematangan seorang pemimpin sejati yang tetap teguh dalam adat namun lembut dalam perasaan.
Inilah esensi dari pepatah Jawa nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake yang berarti menang tanpa menaklukkan dan memimpin dengan kebijaksanaan.
Dari sabda singkat hingga dentum gamelan yang menggema, setiap detik dalam prosesi kepergian Paku Buwono XIII merepresentasikan ketulusan, cinta, dan penghormatan.
Keraton Surakarta kembali mengingatkan bahwa adat bukan sekadar warisan simbolik, tetapi panduan moral dan spiritual yang menuntun manusia untuk menghargai asal-usulnya.
Sebagaimana makna sabda pelepasan itu, tugas seorang anak bukan hanya melanjutkan warisan ayahnya, tetapi juga memastikan nilai-nilai luhur tetap hidup di masa depan.
Baca Juga:Gibran Sentil Netizen, Dua Kali Hina Prajurit Keraton Kasunanan Surakarta
Dalam konteks ini, Paku Buwono XIV bukan hanya raja muda yang naik takhta, tetapi juga penjaga kehormatan dan spiritualitas Jawa yang telah berusia ratusan tahun.
Kontributor : Dinar Oktarini