Chandra Iswinarno
Senin, 20 Mei 2019 | 04:00 WIB
KH Ali Shodikin menyampaikan ceramah. [Suara.com/Adam Iyasa]

Orang-orang yang telah disadarkannya tersebut selanjutnya diajak untuk pergi mandi di Sendang Nyatnyono, Ungaran Kabupaten Semarang. Biasanya pada Pukul 03.00 dinihari, usai dari diskotik. Untuk membersihkan badan dan menyegarkan pikiran mereka.

''Setiap orang berhak memiliki masa depan yang baik, sehingga perlu dibimbing dan diberi arahan yang benar,'' tambahnya.

Tak hanya unik dalam berdakwah, gambar logo 'Mafia Sholawat' cukup menyita perhatian yang melihatnya. Logo itu memiliki salam dengan simbol metal yang mengacungkan tiga jari yakni jari jempol, telunjuk dan kelingking.

"Penafsiran orang beda-beda, saya tak masalah orang menafsirkan sendiri soal logo itu," singkatnya.

Namun tak dipungkiri, keberadaan 'Mafia Sholawat' cukup berhasil dan banyak mendapatkan apresiasi di berbagai daerah. Seringkali, kehadirannya dihadiri dan diikuti oleh banyak jamaah.

''Alhamdulillah, ada beberapa dari mereka yang kemudian yang berhasil menjadi Hafidz dan Hafidzah atau penghapal Alquran, karena hidayah dari Allah SWT," katanya.

Media dakwah 'Mafia Sholawat' didirikan pada 10 November 2013, di Ponorogo Jawa Timur. Lokasi tersebut dipilih karena sarat dengan budaya lokal yang menarik khususnya legenda reog.

"Menggambarkan sosok fisik yang menakutkan dan seperti setan namun dalamnya baik. Filosofinya, walaupun terlihat seperti preman, seseorang itu tetap harus memiliki akhlak yang baik dalam dirinya," ungkapnya.

"Kata Mafia diambil dari kalimat 'Manunggaling Pikiran Lan Ati'. Merupakan salah satu cara berdakwah agar orang tertarik dan merespon dengan baik,'' imbuh Gus Ali.

Baca Juga: Menhub Ajak Khatib Berdakwah dengan Sejuk dan Tolak Hoaks

Hal unik lainnya, yakni ada kegiatan majelis pengajian rutin yang diselenggarakan setiap Jumat Pon malam Sabtu Wage, di Ponpes Roudlotun Nimah, dinamai majelis 'Molimo Mantab'.

Nama itu seperti berkonotasi dengan istilah Jawa 'malima' atau lima perbuatan maksiat yang harus dihindari yakni main (judi), madat (candu), madon (zina), minum (mabuk) dan maling (mencuri).

"Majelis ini diilhami oleh peserta pengajian yang berlatar belakang pelaku malima atau seringkali disebut penyakit masyarakat. Kata 'Mantab' dari kata 'man'  (bahasa Arab) berarti siapa orangnya, dan 'tab' merujuk pada keinginan untuk bertaubat," tukasnya.

Di Ponpes Roudlotun Ni'mah Semarang, melalui kajian majelis tersebut mengajarkan berbagai macam disiplin ilmu, mulai dari ilmu fiqih, akhlaq, tarikh, bahasa arab, tasawuf, dan lain-lainnya. Semua diajarkan melalui Alquran, Alhadits, beserta kitab-kitab kuning yang ada untuk mengkaji bermacam-macam kajian Alquran.

Kontributor : Adam Iyasa

Load More