Scroll untuk membaca artikel
Agung Sandy Lesmana
Sabtu, 15 Juni 2019 | 19:46 WIB
Suasana pendaftaran murid baru di SMPN 16 , Semarang. (Suara.com/Adam Iyasa).

SuaraJawaTengah.id - Di halaman sekolah SMPN 16 Semarang, Steve Ari Kusuma (34), seorang wali murid sibuk memandangi layar gawainya, sesekali dia memandang jarum jam tangannya.

Dengan cekatan lalu dia langsung mengambil inisiatif mencabut berkas pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP anaknya.

Bagaimana tidak, sistem zonasi dalam pendaftaran PPDB tingkat SMP di Kota Semarang, pantas membuat Steve dan para wali murid lainnya ketar-ketir di hari terakhir pendaftaran, Sabtu (15/6/2019).

Sistem zonasi mampu menjadikan label sebuah sekolah favorit bukan lagi menjadi prioritas untuk diburu. Domisili tempat tinggal dalam zonasi sekolah menjadi hal menentukan peserta didik bisa belajar di sekolah pelat merah.

Baca Juga: Hari Terakhir PPDB SMP, Diprediksi Banyak Wali Murid Cabut Berkas

Suasana pendaftaran murid baru di SMPN 16 , Semarang. (Suara.com/Adam Iyasa).

Di SMPN 16 Semarang, rangking nilai jurnal anaknya terlewati oleh peserta lainnya yang terus bergerak secara real time sampai batas hari terkahir pendaftaran Sabtu ini pada pukul 14.00 WIB.

Bukan tanpa sebab pergeseran jurnal itu terjadi, di hari terakhir pendaftaran banyak pendaftar baru limpahan dari sekolah lain yang bernasib sama dengan anak Steve. Mencabut berkas, lalu mendaftar kembali di sekolah satu zonasi yang memungkinkan nilai jurnalnya bisa diterima.

Steve pun harus jeli memutar otak, agar sang anak bisa masuk pada sekolah negeri dalam satu zonasi. Beberapa sekolah negeri yang dalam satu zonasi di lihat kembali website pendaftar PPDB SMP lewat telepon selulernya. 

"Daftar di SMPN 16 hari pertama, rangking masih aman sekitar 150 an, hari kedua juga masih aman, hari terkahir jam 08.00 WIB aman juga. Tapi jam 09.00 WIB sudah berubah drastis menjadi 260," kata Steve, Sabtu (15/6/2019).

Di SMPN 16 Semarang, kuota peserta didik baru hanya menampung 256 siswa. Sementara dalam pantauan jurnal di website PPDB SMP Kota Semarang, hampir 900 pendaftar tertera baik dalam zonasi maupun sebagai pilihan kedua.

Baca Juga: Sosialisasi PPDB 2019 Dispendik Surabaya Dinilai Wali Murid Membingungkan

"Tadi banyak limpahan dari SMPN 18 Semarang, katanya juga bergeser nilai jurnalnya. Makanya pada lari daftar ke SMPN 16," ujarnya.

Di dapat Steve jika zonasi sekolah yang dibidik masih berpeluang ada dua tempat, yakni SMPN 23 dan SMPN 44 Semarang.

Dia kembali berhitung, dari jumlah kuota SMPN 23 ada 256 siswa dengan batas nilai jurnal dalam zonasi pilihan pertama 77,09. Sementara perhitungan nilai jurnal anaknya 77,32 plus nilai tambahan piagam.

"Anak saya masuk Kelurahan Gondoriyo Ngaliyan, ada empat zonasi sekolah, SMPN 16, SMPN 18, SMPN 23, dan SMPN 44. Di SMPN 16 terakhir batas jurnal 77,40, setelah dihitung kembali yang paling berpeluang diterima di SMPN 23," bebernya.

Sementara, wali murid lainnya Widodo (45) juga menghitung jeli peluang anaknya untuk masuk di sekolah negeri. Keputusannya terbilang tepat, di hari kedua pendaftaraan Jumat (14/6/2019) langsung mencabut berkas setelah dirasa peluang tidak memungkinkan.

Di awal pendaftaran dia memasukan anaknya pilihan pertama di SMPN 23 Semarang karena satu zonasi kelurahan Jatisari Kecamatan Mijen Kota Semarang. Namun peringkat jurnal anaknya di hari pertama berada di bawah batas nilai jurnal SMPN 23.

"Bagi saya yang penting bisa masuk sekolah negeri dulu dalam satu zonasi," katanya.

Dua hari dia menimbang, ketar-ketir melihat peringkat anaknya tidak tembus batas nilai jurnal dan harus tiap saat memantau website PPDB untuk segera memilih SMP negeri mana yang akan kembali dibidik.

"Setelah saya hitung lagi, dan berpeluang di SMPN 35 Semarang, itu juga masih satu zonasi. Saya cabut berkas dan kembali daftar pada hari terkahir pendaftaran," tuturnya.

Hitungannya jeli, di SMPN 35 anaknya mendapat satu kursi yang dinilainya aman berdasar peringkat jurnal.

"SMPN 35 kuota 224 siswa, anak saya peringkat jurnal 77, Insyallah aman karena juga satu zonasi," tukasnya.

Kontributor : Adam Iyasa

Load More