Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Selasa, 20 Agustus 2019 | 20:48 WIB
Pemasangan spanduk bertuliskan penolakkan tamu di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya. (Suara.com/Dimas).

SuaraJawaTengah.id - Insiden pemasangan spanduk pada Minggu (18/8/2019) yang terjadi di sekitar Asrama Mahasiswa West Papua di Jalan Tegalsari, Kelurahan Candi, Kecamatan Candisari Kota Semarang, Jawa Tengah membuat penghuni asrama waspada dan siaga.

Saat Suara.com memasuki halaman bangunan tua asrama di depan sungai itu, Selasa (20/8/2019), tiga mahasiswa asal Papua yang tengah duduk santai langsung menatap penuh curiga kedatangan kami.

Suara.com yang sudah mendapat janji untuk wawancara dengan salah satu mahasiswa Papua bernama Stefanus pada sore itu, ditolak dan mengaku tidak ada nama mahasiswa tersebut yang mendiami Asrama West Papua Tegalsari.

"Tidak ada nama Stefanus di asrama ini, jadi kalau mau ketemu dia jangan di sini," kata salah satu mahasiswa yang sedang duduk.

Baca Juga: Muncul Spanduk di Asrama Mahasiswa Papua: Siapa pun yang Datang Kami Tolak!

Mereka juga menolak diwawancara atau ditanya terkait insiden pada kemarin lusa. Berdasarkan kesepakan, forum mahasiswa Papua di Semarang tidak akan menerima tamu siapa saja termasuk memberikan keterangan kepada awak media.

Saat kami melakukan kompromi untuk wawancara, salah satu mahasiswa keluar dari dalam asrama dan mengaku kenal Stefanus dan menyatakan bukan penghuni yang mendiami asrama.

"Kami masih trauma, semua yang ada di sini siaga," kata mahasiswa itu.

Upaya Suara.com untuk memperkenalkan diri dengan berjabat tangan pun tak direspon para mahasiswa dengan hanya diam. Hanya meminta kami untuk segera meninggalkan lokasi.

"Maaf tidak ada wawancara," singkatnya.

Baca Juga: Telepon Lukas Enembe, Ganjar: Saya Jamin Keamanan Mahasiswa Papua di Jateng

Mereka juga enggan menanggapi jaminan keamanan yang diucapkannya Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, yang akan melindungi para mahasiswa asal Papua dalam menuntut ilmu kuliah di Jateng, khususnya di Semarang.

"Tak ada jaminan keamanan di sini, kalau mau wawancara sana antara pejabat kalian (Gubenur Jateng) dengan pejabat kami (Gubernur Papua)," ucap dia.

Mahasiswa tersebut lalu mengantar sampai gerbang asrama, kami pun meninggalkan lokasi. Sejurus kemudian pintu gerbang di tutup dan di kunci.

Salah satu warga SP, mengaku insiden yang terjadi pada Minggu (18/8/2019), merupakan hal yang tak terduga. Menurutnya hanya beberapa oknum yang mengajak untuk memasang spanduk di sekitar Asrama West Papua.

"Sebenarnya dari dulu penghuni wisma itu selalu guyub, ikut upacara dan lomba Agustusan. Juga ikut kerja bakti," katanya.

Namun begitu, sejak dua tahun terakhir tidak ikut kegiatan warga. Di samping itu, tahun ini tidak menggelar upacara bendera secara bersama-sama warga pendatang termasuk penghuni asrama west Papua.

"Sekarang sudah kondusif, warga memang membiarkan dulu agar suasana tidak panas," katanya.

Menurut dia, rasa trauma terjadi bisa dimaklumi lantaran pada saat terjadi insiden berdatangan banyak massa baik dari ormas, TNI dan kepolisian.

"Mungkin masih takut, karena saat itu didata identitas oleh TNI dan Polisi minta KTP, tapi hanya dua saja yang mau menunjukan," ujarnya.

Sementara itu, tokoh masyarakat Tegalsari Maryanto menyatakan sudah tidak ada lagi permasalahan antara warga dengan penghuni asrama west Papua. Suasana pendinginan sengaja dilakukan untuk tidak berkomunikasi sebelum semua suasana kembali normal sepeti biasa.

"Kami mendiamkan dulu, nanti akan ada pertemuan antara Camat, Dandim, Polsek, warga dan semua penghuni asrama," katanya, saat didatangi kediamannya.

Rencananya dalam waktu dekat masih di Agustus ini akan diadakan pentas seni dari semua warga pendatang yang mukim di lingkungannya. Diantaranya ada dari Papua, NTT, Riau, Jambi dan lainnya.

"Dulu itu semua ikut acara kalau ada agenda di kampung sini, kita akan kembali hidupkan suasana itu, nanti kita gelar di lapangan kompleks sini," katanya.

Sebagai mantan ketua RW IV, Maryanto mengimbau penghuni asrama west Papua untuk tenang dan tidak takut atas kejadian kemarin. Kembali pada proses belajar seperti mahasiswa lainnya.

"Kembali ke rutinitas belajar, kuliah, nanti kalau sudah pintar, lulus bisa kembali ke Papua untuk membangun dan mensejahterakan daerahnya," pintanya.

Dia juga berharap mahasiswa yang saat ini menghuni asrama bisa lebih terbuka dengan masyarakat, sebagaimana seniornya terdahulu. Bahwa semua orang yang ada di lingkungannya adalah warga negara Indonesia, bisa bergaul bersama masyarakat, mengikuti dan menghormati adat budaya setempat.

"Tirulah senior kalian, dulu itu mereka sangat guyub, mau main pentas seni daerahnya saat ada acara di sini. Namanya pendatang juga harus izin selama 1x24 jam tinggal, tak hanya izin nama saja tapi juga identitas," katanya yang sudah mendata 18 penghuni asrama saat insiden kemarin.

Kontributor : Adam Iyasa

Load More