Scroll untuk membaca artikel
Agung Sandy Lesmana
Senin, 23 September 2019 | 14:09 WIB
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Semarang menggelar unjuk rasa terhadap pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS), di halaman DPRD Jawa Tengah, Senin (23/9/2019). (Adam Iyasa).

SuaraJawaTengah.id - Para pendemo yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Semarang menggelar unjuk rasa terhadap pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS), di halaman DPRD Jawa Tengah, Senin (23/9/2019).

Membentangkan spanduk bernada penolakan, pengunjuk rasa juga mendesak para pimpinan DPRD Jateng untuk bisa menemui mereka. Untuk berkomitmen menandatangani dukungan satu suara atas penolakan rencana undang-undang tersebut.

"RKUHP sangat mengancam demokrasi di Indonesia, ada 13 pasal yang kontroversi pada RKUHP salah satunya yaitu pembatasan media mengkritik Presiden," kata Budiman Prasetyo, Kepala Departemen Kebijakan Publik Kammi Semarang.

Pasal tersebut, yang diartikan 'melindungi martabat presiden' justru upaya dalam melemahkan kritik yang akan disampaikan warga negara terhadap kebijakan pemerintah.

Baca Juga: Ribuan Pendemo Serba Hitam Demo Jokowi, Tuding Reformasi Dikorupsi

"Termasuk bisa membungkam kebebasan dunia jurnalistik, berpotensi kembali terjadinya pembredelan media massa," katanya.

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Semarang menggelar unjuk rasa terhadap pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS), di halaman DPRD Jawa Tengah, Senin (23/9/2019). (Adam Iyasa).

Senada pada RUU P-KS, Budiman melihat ada juga pasal yang ambigu. Salah pengertian justru akan memberi pintu bagi kasus pelecehan seksual atau kejahatan seksual.

Dia menilai, RUU P-KS yang saat ini memberi celah untuk melegalkan zina, prostitusi dan melegalkan LGBT.

"Banyak celah yang bisa digunakan orang-orang jahat untuk melakukan kekerasan seksual. Dengan atau tanpa paksaan, melakukan hubungan seksual bagi yang belum memiliki ikatan perkawinan adalah hal yang salah," katanya.

Dia berharap kepada wakil rakyat di DPR RI untuk mengurungkan pengesahan dan lebih pada pematangan pasal-pasal di dalamnya. Terutama adanya perlindungan komprehensif kepada korban kejahatan dan kekerasan seksual.

Baca Juga: Pedagang: Semoga Demo #GejayanMemanggil di Pertigaan Colombo Tidak Rusuh

Massa KAMII akhirnya diijinkan masuk ke dalam Gedung DPRD Jateng, mereka ditemui oleh Wakil Pimpinan DPRD Jateng, Quatly Abdul Kadir. Usai pertemuan disepakati penandatanganan untuk sepakat adanya penundaan dan pematangan pasal-pasal dua Rancangan Undang-undang tersebut.

Load More