Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Kamis, 04 Juni 2020 | 17:00 WIB
Suharto, tukang parkir yang sudah menunggu berhaji sejak tahun 1980, Solo, Jawa Tengah (4/6/2020). [Suara.com/Rara Puspita]

Setelahnya, Suharto hanya menjadi tukang parkir. Dengan penghasilan sekedarnya dia tetap bersikukuh menabung untuk berhaji. Akhirnya tahun 2011 dirinya memiliki kesempatan itu.

"Tahun 2011 saya mendaftar. Kalau sehari dapat Rp 50 ribu ya buat makan Rp 10 ribu. Sisanya saya tabung terus," ucapnya.

Saat dirinya memberikan pelunasan uang, Suharto sudah sangat lega. Bahkan, dia dikabari oleh petugas bank ada sisa uang Rp 7 juta.

"Jadi kan saya itu bayarnya Rp 35 juta lebih sedikit, hampir Rp 36 juta. Berdua dengan istri saya jadi Rp 72 juta. Kemarin dikabari masih ada sisa uang Rp 7 juta," ucap warga Ngemplak, Boyolali ini.

Baca Juga: Kisah Penantian Tukang Sayur yang Gagal Naik Haji Tahun Ini

Rencananya uang tersebut akan digunakan untuk membeli oleh-oleh dan syukuran bersama handai taulan. Sebab selama ini Suharto dan istri hanya diam-diam merencanakan berangkat haji. Bahkan anaknya pun tidak tahu kabar ini.

"Awalnya anak saya nggak tahu," ucapnya.

Tidak ada persiapan khusus dari pria 66 tahun ini. Dia hanya menyiapkan pakaian alakadarnya dan tidak punya persiapan apapun. Kekurangannya bukan menjadi halangan dirinya untuk bertamu ke rumah Allah.

"Sebenarnya saya itu minder dan malu. Kalau manasik haji semua bawa mobil, ceritanya juga macam-macam. Hanya saya dan istri saja yang tidak menyiapkan apapun. Tapi istri selalu menguatkan saya untuk tetap semangat dan tawakal," katanya.

Meski tekad dan semangatnya sudah bulat, Suharto dan istrinya harus bersabar satu tahun lagi. Dirinya berharap bisa menunaikan ibadah dengan baik.

Baca Juga: Bersabar 10 Tahun, Pasutri Calhaj Asal Kendal Ini Dua Kali Gagal Naik Haji

"Bagaimanapun haji itu panggilan Allah. Saya percaya yang bisa berangkat adalah yang dapat undangan dari Allah. Makanya setiap selesai solat saya terus berdoa," ucapnya.

Load More