SuaraJawaTengah.id - Sejumlah warga mengeluhkan mahalnya biaya rapid test mandiri yang disyaratkan pemerintah untuk bepergian ke luar kota. Selain mahal, proses untuk mendapatkannya pun dinilai juga tidak mudah.
Pengalaman itu dirasakan Novarida, Warga Kabupaten Wonosobo. Ia terpaksa melakukan tes mandiri untuk pergi kembali ke kampungnya, lantaran Novarida mengalami PHK dari tempatnya bekerja di Bali.
Masa-masa pandemi Covid-19 membuatnya bimbang lantaran makin hari biaya hidupnya di Bali terus menghabiskan cadangan tabungannya. Jika masih tetap bertahan di Bali, dia tak tahu harus mencari kerja di mana lagi saat pandemi. Namun jika memaksa pulang ke Wonosobo, ia harus merogoh kocek lebih dalam, sekitar Rp 450 ribu, demi mendapatkan tes cepat dan surat sehat.
"Serba bingung, kalau tidak pulang mau makan apa di Bali. Di sana sudah tidak ada lagi pekerjaan," jelaskanya kepada Suara.com, Kamis (11/6/2020).
Saat itu, Novarida memilih biaya rapid test yang paling murah sebesar Rp 350 ribu. Meski sudah memilih biaya yang paling murah, menurutnya biaya tersebut masih tergolong mahal, apalagi dengan statusnya saat ini yang menjadi pengangguran.
"Itu udah yang paling murah di antara yang lain setahuku. Saat itu saya tes di di RS Universitas Udayana Bali," ucapnya.
Selain itu, agar bisa mendapatkan surat pengantar dan beberapa surat untuk melakukan rapid test, ia juga mengeluarkan biaya tambahan untuk administrasi sebesar Rp 100 ribu.
"Biaya itu untuk dibuatkan seperti KTP sementaranya Bali, bahwa aku warga situ agar bisa mengikuti rapid test," katanya.
Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya Novarida bisa pulang ke Wonosobo dengan mengendarai sepeda motor. Ia lolos check point di pelabuhan Gilimanuk dengan membawa surat jalan yang ia dapat.
Baca Juga: Warga Tolak Rapid Test, Jalanan Diblokade hingga Tenaga Medis Diteriaki
"Saya bersyukur perjalanannya lancar untuk pulang di Wonosobo," katanya.
Saat ini, ia mengaku lega karena bisa pulang ke kampung halaman dengan keluarga. Pilihannya untuk pulang kampung akhirnya tercapai. Meski rasa lelah tak terkira, ia sudah merasa aman karena banyak keluarga yang bisa membantunya.
"Saya memilih pulang, yang jelas karena aku di PHK. Yang kedua, aku nggak tahu nanti pemasukanku dari mana, sedangkan masih mikir ngekos dan lain-lain, biaya hidup di Bali juga nggak semurah di Jawa."
Kontributor : Dafi Yusuf
Berita Terkait
-
Takut Rapid Test Corona, Seorang Wanita Nekat Panjat Gedung GOR Ciracas
-
Tolak Rapid Test tapi Terima Sembako, Spanduk Unik Ini Jadi Sorotan
-
Keras, Pemuda di Jogja Di-PHK Keluarga Sendiri Sampai Diumumkan di Koran
-
Takut Jalani Rapid Test, Sejumlah Pedagang di Pasar Argosari Ngacir Pulang
-
Cukup dengan Rapid Test, Penumpang Pesawat Bisa Terbang untuk Rute Domestik
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Lewat RUPSLB, BRI Optimistis Perkuat Tata Kelola dan Dorong Kinerja 2026
-
Kinerja Berkelanjutan, BRI Kembali Salurkan Dividen Interim Kepada Pemegang Saham 2025
-
Ini Tanggal Resmi Penetapan UMP dan UMK Jawa Tengah 2026: Siap-siap Gajian Naik?
-
Melalui BRI Peduli, BRI Hadir Dukung Pemulihan Korban Bencana di Sumatra
-
Mitigasi Risiko Bencana di Kawasan Borobudur, BOB Larang Pengeboran Air Tanah dan Penebangan Masif