Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Kamis, 20 Agustus 2020 | 17:59 WIB
Seorang pelaku budaya di Desa Sidomulyo, Kendal, Jawa Tengah, melakukan tradisi penjamasan pada belasan benda pusaka menyambut bulan suro atau Muharram. [Foto: AyoSemarang.com]

Dalam tradisi baritan, warga membawa makanan berupa nasi lengkap dengan lauk pauk dan jajanan untuk sajian doa bersama yang dilakukan di perempatan atau pertigaan jalan kampung.

Tradisi baritan diikuti seluruh warga, mulai dari orang tua, pemuda hingga anak-anak. S

etelah dilakukan doa bersama yang dipimpin tokoh setempat, kemudian makanan yang telah dikumpulkan itu dibagikan secara merata untuk dimakan bersama dan dibawa pulang.

Nurhadi, warga Desa Sidomulyo Kendal mengatakan, tradisi baritan yang dilakukan di tiap-tiap perempatan dan pertigaan jalan kampung sudah dilakukan sejak zaman orang tua dulu.

Baca Juga: Habis Malam 1 Suro, Kondisi Pantai Parangtritis Penuh Sampah Plastik

Tujuannya untuk menolak bala dan mendapatkan segala kebaikan yaitu dengan memanjatkan doa bersama seluruh warga.

"Sepengetahuan saya, sejak masa kecil saya sudah ada tradisi baritan. Intinya untuk menolak bala dan segala kejelekan, semacam penyakit dan mendapatkan kebaikan supaya ke depan lebih baik," ungkapnya.

Kepala Desa Sidomulyo, Ratna Yuli Fitriyani berpesan kepada generasi muda agar tradisi baritan yang digelar untuk menyambut Tahun Baru Hijriyah atau 1 Suro terus dilestarikan,

Dengan demikian tradisi yang sudah turun-temurun ini tetap menjadi ciri khas Desa Sisomulyo.

"Tujuan menggelar tradisi baritan adalah untuk memanjatkan doa kepada Tuhan agar mendapat berkah dan kebaikan serta dijauhkan dari segala bala dan bencana. Selain itu juga untuk mempererat silaturahmi antar warga. Sebenarnya, tradisi baritan ini tidak hanya malam 1 Suro, tapi pada moment-moment lain, seperti Agustusan dan lainnya," paparnya.

Baca Juga: Pewayangan Terpinggirkan, Omah Budaya Kahangnan Hidupkan di Malam 1 Suro

Load More