Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 01 September 2020 | 18:22 WIB
Hananto, sukarelawan TRC BPBD Solo anggota tim Kamboja pengantar jenazah Covid-19. (Solopos.com/Istimewa)

SuaraJawaTengah.id - Enam bulan terakhir adalah masa-masa yang sulit bagi Hananto, 38, anggota Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kota Soloyang masuk tim pengantar jenazah COVID-19.

Berbekal pengalamannya mengevakuasi jenazah selama puluhan tahun, ia langsung memutuskan menerima perintah dari pimpinannya untuk terjun menjadi petugas pengantar jenazah.

Tugasnya mengambil jenazah dari rumah sakit menuju permakaman lalu menyerahkan jenazah ke petugas permakaman untuk lanjut ke proses penguburan.

"Saya tahu menjadi sukarelawan pengantar jenazah COVID-19 sangat berisiko. Tapi ini panggilan kemanusiaan, seperti prinsip hidup saya," kata Hananto dilansir dari Solopos.com, Selasa (1/9/2020).

Baca Juga: Anies Larang Pasien Covid-19 Karantina Mandiri: Harus Diisolasi Pemerintah

Warga Pucangsawit, Jebres, Solo, itu mengetahui pekerjaan sebagai pengantar jenazah pasien COVID-19 itu berat. Ia bisa kapan saja terpapar virus corona. Belum lagi perlakuan masyarakat yang kadang tak bersahabat.

Namun, ia percaya bekerja dalam tugas kemanusiaan akan selalu dalam perlindungan Tuhan. Ia menceritakan pada Maret lalu, ia masuk Tim Gugus Tugas COVID-19 Kota Solo untuk menjaga tempat karantina pemudik Graha Wisata.

Sepekan Jumlah Kasus Meledak, Klaten Kembali ke Zona Merah Risiko COVID-19

Meyakinkan Keluarga

Namun, beberapa kali persoalan pengiriman jenazah COVID-19 maupun terduga COVID-19 jadi kendala. Tanpa pikir panjang, Hananto pun memutuskan masuk Team Kamboja.

Baca Juga: Waspada! Dalam Sepekan, Kasus Corona Jawa Barat Naik 100 Persen Lebih

Tim ini bertugas sebagai pengantar jenazah COVID-19 wilayah Solo dan sekitarnya. Ia harus berusaha keras meyakinkan anggota keluarganya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Semula saya menyakinkan keluarga bahwa selama saya tetap safety, pasti aman. Tiga bulan pertama saya selalu isolasi mandiri seusai mengantar jenazah, tapi kini sudah tidak lagi," papar dia.

Berbagai pengalaman ia dapatkan selama menjadi pengantar jenazah COVID-19 Solo. Peristiwa lapangan yang cukup pahit kerap ia temui.

Beberapa hari lalu misalnya, saat ia mengantar  dan memakamkan jenazah suspek COVID-19 ke wilayah Sukoharjo. Ia mendapat makian dari warga dengan kata-kata yang cukup menyakitkan.

Beberapa orang bahkan membanting helm dengan keras tepat ke depan wajahnya yang tengah memakai Alat Pelindung Diri (APD) lengkap.

Kebingungan

Ia menceritakan kronologi awal peristiwa itu bermula saat salah satu rumah sakit Solo meminta ia dan rekannya menjadi pengantar jenazah pasien COVID-19 ke permakaman wilayah Sukoharjo.

Seperti biasa, ia menanyakan kepada rumah sakit apakah sudah ada petugas permakaman. Rumah sakit memastikan seluruhnya sudah diurus keluarga dan ia tinggal mengantarkan jenazah itu.

Namun, saat sampai ke permakaman, petugas permakaman tanpa APD tidak terlihat, hanya ada keluarga. Padahal, seharusnya tidak boleh ada keluarga saat pemakaman jenazah COVID-19.

Bersama petugas pengantar jenazah COVID-19 lain dari tim Kamboja Solo, ia pun menanyakan keberadaan petugas pemakaman ber-APD. Namun ternyata tidak ada.

Ia pun kebingungan karena hanya ia dan satu temannya yang memakai APD. Tidak memungkinkan untuk mengangkat satu peti jenazah hanya dengan dua orang.

Melihat Hananto kebingungan, para warga itu sontak marah bahkan mengancam akan membawa jenazah pulang ke rumah. Warga sempa mengira Hananto dan rekannya adalah petugas rumah sakit.

Panggilan Jiwa

Hananto pun menjelaskan secara perlahan dirinya merupakan sukarelawan pengantar jenazah COVID-19 dari Solo dan bukan petugas rumah sakit.

Hananto juga menjelaskan warga tak boleh membawa jenazah pulang ke rumah dan harus segera dimakamkan. Akhirnya, keluarga mau membantu memakamkan jenazah.

"Katanya jenazah suspek saja, peti jenazah juga tanpa bungkus wrapping. Semoga tidak Covid-19. Kalau COVID-19 tidak boleh ada yang di makam. Bukannya saya tidak mau memakamkan karena itu tugas saya, tapi tidak mungkin mengangkat peti jenazah hanya dua orang. Jadi keluarga mau mengangkat jenazah ke makam dengan APD seadanya," papar dia.

Ia menceritakan keputusannya masuk tim Kamboja juga jadi bahan obrolan orang-orang sepergaulannya. Ada yang ketakutan hingga memutuskan menjauhi Hananto.

Ada pula yang mendukungnya untuk tetap bekerja dalam bidang kemanusiaan. "Saya lebih bangga terpapar COVID-19 karena kemanusiaan dan panggilan jiwa daripada saya hanya duduk-duduk saja. Saya percaya Tuhan beserta saya," imbuh Hananto.

Load More