Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 14 Oktober 2020 | 08:02 WIB
Karya street art Gindring Waste. (Dok. Pribadi)

SuaraJawaTengah.id - Kota kecil Magelang memiliki talenta-talenta seni jalanan yang luar biasa. Namun, mereka kurang mendapat tempat untuk mengaktualisasikan diri.

Masyarakat sering memandang seni jalanan sebagai vandalisme. Di-stigma berlebihan sebagai cara berkesenian yang merusak dan mengotori tembok-tembok kota.

Padahal jika didekati dan dipahami pelan-pelan, karya para seniman visual jalanan ini mengandung kritik sosial yang kreatif. Penyampaian pesannya jujur, dengan dialog yang sering satir dan penuh humor.

“Hidup kita ini kadang tidak enak, tapi bagimana bisa menikmatinya. Karena kalau tidak bisa menikmati hidup, adanya hanya mengeluh. Sambat. Kesel lah,” kata Gindring Waste, seniman jalanan Kota Magelang kepadaSuaraJawaTengah.id, Selasa (13/10/2020).

Baca Juga: Duh! Ketua Komnas Perlindungan Anak Jateng Ditahan Polisi

Karya-karya Gindring bercerita tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Kota Magelang yang tinggal di kampung-kampung padat penduduk.

“Tema yang saya gambar dari kehidupan sehari-hari. Dari apa yang saya rasakan. Ketika saya tidak merasakan sesuatu, ya tidak mengambar,” kata Gindring.

Dari menggambar apa adanya itu, warga Kampung Bogeman, Kota Magelang ini kemudian memilih karakter tengkorak sebagai media berkomunikasi. Gindring senang mendengarkan musik-musik band punk yang kebanyakan mengambil simbol-simbol tengkorak sebagai ikon.

Band horror punk, Misfits salah satu yang paling kondang menampilkan karakter tengkorak sebagai simbol. Lirik dan gambar-gambar yang digunakan band asal New Jersey yang terbentuk tahun 1977 ini, banyak mengangkat tema fiksi ilmiah, horror, dan film porno.

“Aku pengen bikin tengkorak, tapi pakai style-ku. Jadi emang dari dulu style gambarku kayak gitu. Garis-garis tegas. Kok menarik gambar tengkorak ya. Semenjak itu jadi keterusan.”

Baca Juga: Viral Video Bupati Blora Berjoget Ria, Ganjar: Jadilah Contoh yang Baik

Simbol tengkorak kata Gindring juga mewakili kejujuran yang menampilkan wujud asli manusia. Kulit dan daging tak lebih sekedar bungkus atau topeng.

“Sesungguhnya manusia ya tengkorak itu.”

Jujur berkomunikasi lewat seni visual jalanan bukan berarti tanpa risiko. Tahun 2017 Gindring sempat jadi buronan Satpol PP Kota Magelang karena kritiknya lewat gambar di tempat umum dianggap kelewatan.

Dia mengritik julukan Kota Magelang sebagai Kota Sejuta Bunga.

“Saya buat ‘Kota Sejuta Bunga Bohongan’. Kenyataannya kan tidak ada. Karena saya tidak melihat ada banyak bunga di Kota Magelang,” kata Gindring polos.

Selang satu hari, muralnya yang berisi kritikan itu diblok Satpol PP. Tersiar kabar, Gindring sedang dicari.

Santai menghadapi ancaman, Gindring justru menjawabnya dengan membuat mural di tembok pos Satpol PP di dekat Alun-alun Kota Magelang dengan coretan: “Relax Aja Boi”.

Lama kucing-kucingan, Gindring akhirnya tertangkap. Sempat ditahan semalam dan diinterogasi, lelaki 26 tahun ini dibebaskan.

Tapi dari situ justru banyak personel satpol balik memuji karya Gindring dan menganggap kreasinya sebagai kritik membangun. Satpol PP meminta Gindring dan kawan-kawan melukis di salah satu pojok kantor mereka.

“Salah seorang petugas bahkan minta dibuatkan gambar di kanvas dan dibayar Rp 5 juta.”

Menyampikan kritik lewat karya mural, Gindring terinspirasi Banksy. Street artis anonim asal Inggris itu menjadi panutan Gindring dalam menyampaikan protes.

“Dari dulu ngritik-ngritik itu terinspirasi Banksy. Sebab lewat mural orang-orang menjadi tersadarkan.”

Perjalanan karir Gindring Waste penuh liku-liku. Lelaki pencinta skateboard ini pernah bekerja di percetakan sebagai “seniman” desain buku Yasin dan tahlil.

Pengalaman hidup itu yang kemudian menegaskan Gindring sebagai seniman jalanan beraliran “brutal namun tetap bertaqwa”.

“Sak bosok-bosoke urip yo digeguyu wae (sebusuk-busuknya hidup ya ditertawakan saja).”

Mulai menggambar di jalanan sejak tahun 2007, Gindring mengaku saat ini sudah dapat hidup dari hasil karya-karyanya.

Selain menjadi commission painting (seniman freelance gambar), Gindring juga menjadi desainer langganan sejumlah brand skateboard seperti Scratch dan Etaks.

Gindring pernah menggarap lukisan pesanan artis Ganindra Bimo yang diaplikasikan di atas papan skateboard. Lukisannya berkisah Batman dan Robin yang sedang berselancar. Karya itu katanya hasil curahatan Bimo tentang kehidupannya.

Lukisan pesanan artis Ganindra Bimo yang diaplikasikan di atas papan skateboard, Karya Gindring Waste. (Dok. Pribadi)

Lukisan yang disusun di atas 12 papan skateboard itu dipesan Bimo seharga Rp 20 juta.

“Kita sama-sama mengagumi karakter itu (Batman and Robin). Ternyata dia juga koleksi Batman and Robin,” ujar Gindring.   

Gindring saat ini sedang menggarap desain gambar kolaborasi dengan salah satu produsen liquid vapor. Dia berhak mendapat 30 persen royalti dari total penjualan produk.

Dia berharap pemerintah memberi kesempatan bagi seniman-seniman gambar di jalanan untuk bebas berekspresi. Jika menggambar di ruang-ruang kosong milik publik dilarang, pemerintah harus menyediakan tempat khusus bagi para seniman untuk berkarya.

“Dicap vandalisme itu kan karena tanpa izin. Kalau diberi izin atau ruang khusus, karya-karya kami jadi tersalurkan. Kami punya potensi besar. Sayang kalau disia-siakan,” kata Gindring Waste.  

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More