SuaraJawaTengah.id - Fakta bahwa telah terjadi pemborosan yang signifikan pada sektor pangan di Indonesia boleh jadi tak disadari oleh sebagian besar orang.
Seiring dengan itu pemborosan pangan yang terus-menerus secara mengejutkan perlahan namun pasti telah memerosotkan daya saing bangsa ini.
Tahun lalu misalnya, mulai banyak perusahaan, terutama yang berbasis padat karya memindahkan operasi dari Indonesia ke Vietnam.
Alasannya memang beragam namun yang pasti biaya produksi yang lebih murah di negara tetangga menjadi latar belakang terkuat yang mendorong investor padat karya hengkang dari Indonesia.
Jelas saja, biaya produksi di negara tetangga diketahui kemudian lebih murah, itu semua salah satunya didorong dari upah tenaga kerja yang lebih rendah.
Upah yang kompetitif itu ternyata disokong karena biaya hidup yang murah sebagai dampak langsung dari harga pangan yang juga murah di negara itu.
Praktisi pangan dan pertanian Wayan Supadno mengkaji dan menemukan bahwa salah satu kontrol tingginya biaya hidup berdampak pada naiknya upah tenaga kerja yang menjadi sumber pemborosan bangsa ini di sektor pangan.
Ia mencontohkan pada beberapa komoditas, di antaranya beras, ketika di India dan Vietnam harga ekspornya ditetapkan sebesar Rp5.000,00/kg, maka di Indonesia beras termurah Rp9.000,00/kg.
Ada selisih sebesar Rp4.000,00/kg, padahal kebutuhan nasional sekitar 38 juta ton. Artinya, ada selisih Rp4.000,00/kg x 38 juta ton/tahun atau mencapai Rp152 triliun/tahun.
Baca Juga: Hari Pangan Sedunia, Sektor Kelautan dan Perikanan Solusi di Tengah Pandemi
Komoditas lain, gula misalnya, di negara lain, seperti Brazil dan India hanya Rp4.000,00/kg, tetapi di Indonesia Rp11.000,00/kg, selisihnya Rp7.000,00/kg. Padahal, kebutuhan nasional 6 juta ton/tahun. Artinya, beda borosnya saja Rp7.000,00/kg x 6 juta ton sekitar Rp42 triliun/tahun.
Selain itu, untuk daging sapi di negara lain harganya rata-rata Rp70.000,00/kg, di Indonesia Rp110.000,00/kg, selisih borosnya Rp40.000,00/kg. Padahal, kebutuhan nasional 700.000 ton. Artinya selisih, borosnya saja Rp40.000,00/kg x 700.000 ton atau mencapai Rp28 triliun/tahun.
Di samping itu, masih banyak lagi komoditas rutin yang dibutuhkan masyarakat di Tanah Air. Akan tetapi, di Indonesia jauh lebih mahal harganya daripada harga di negara lain. Misalnya, bawang putih, singkong, dan rimpang.
Wayan Supadno mencermati hal itu disebabkan terutama akibat dari biaya produksi (HPP) yang jauh lebih mahal dari negara lain. Akhirnya tiap kali keran impor dibuka maka pasar domestik kebanjiran produk murah dari luar negeri dan produk lokal pun kalah bersaing.
Membumikan Inovasi
Ekonomi biaya tinggi di Indonesia saat ditelisik lebih mendalam disebabkan oleh faktor utama sekaligus sebagai akibat langsung dari inovasi yang belum membumi, infrastruktur produksi yang belum baik merata, bunga bank tinggi, dan lain-lain.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Libur Nataru Lebih Tenang, Pertamina Siagakan Motorist, hingga Serambi MyPertamina
-
Pemprov Jateng Pulangkan 100 Warga Terdampak Banjir Sumatera
-
Danantara dan BP BUMN Hadirkan 1.000 Relawan, Tegaskan Peran BUMN Hadir di Wilayah Terdampak
-
Turunkan Bantuan ke Sumatera, BRI Juga akan Perbaiki dan Renovasi Sekolah
-
Pertamina Patra Niaga Gelar Khitan Massal di Cilacap, Wujud Syukur HUT ke-68 Pertamina