Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 23 Desember 2020 | 14:00 WIB
Sudarmo,mencoba trompet buatannya di Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Rabu (23/12/2020). (Suara.com/Anang Firmansyah)

SuaraJawaTengah.id - Perayaan tahun baru bagi setiap orang menjadi momentum refleksi satu tahun sekali. Tahun baru pun selalu dengan identik dengan kembang api maupun trompet. Namun dengan adanya pandemi Covid-19, para perajin terompet harus gigit jari melewati pergantian tahun kali ini.

Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, Sudarmo (55), perajin trompet asal Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, mengaku hingga h-9 belum ada satupun terompetnya terjual.

Padahal, dirinya telah memproduksi terompet ini sejak beberapa waktu lalu. Meskipun kuantitasnya tak seperti pada tahun-tahun sebelumnya.

"Hanya sempat produksi sedikit kemarin-kemarin, karena saya tahu bakal tidak ada yang beli. Apalagi dengan adanya aturan pemerintah yang melarang kerumunan saat tahun baru besok," katanya saat ditemui, Rabu (23/12/2020).

Baca Juga: Banjir Rendam Jalur Penghubung Purbalingga-Banyumas

Stok trompetnya saat ini masih menumpuk di lantai dua dan tiga rumahnya. Itupun ada yang sisa dari tahun 2019. Tahun lalu, hanya sedikit barangnya yang keluar. Ia tak mengetahui persis kenapa dagangannya sampai tidak laku.

"Memang sejak 2017 setiap akan pergantian tahun selalu ada isu yang dikaitkan dengan terompet. Semuanya isu negatif yang mempengaruhi penjualan," jelasnya.

Ia mengisahkan awal mulai bikin terompet pada tahun 1990. Dahulu terompet tidak hanya tahun baruan. Tapi untuk mainan anak harian. Namun nyatanya, seiring berjalannya waktu hanya laku saat tahun baru.

"Akhirnya saya bikin setiap akan tahun baru. Waktu itu saya bikin dari bambu jenise masih lancip. Hanya satu model. Makin ke sini ada penambahan model naga, terus gitar, kupu. Itu yang paling laku," terangnya.

Tahun ini menjadi pertama kalinya dagangannya tak laku sama sekali sejak ia berproduksi tahun 1990. Aturan dari pemerintah lah yang kian memperberat pemasaran trompet.

Baca Juga: Sungai Serayu Meluap, Jalan Provinsi Banyumas-Bandung Terputus

Berbeda dengan tahun 2014 sampai 2016. Menurutnya itu tahun dirinya merasakan "panen" trompet. Pada saat itu, dirinya bisa memproduksi puluhan ribu terompet dengan berbagai macam bentuk. Omsetnya mencapai puluhan juta rupiah.

"Istilahnya, produksi terompet saya bisa untuk hidup setengah tahun ke depan. Ya walaupun lelah tapi senang. Karena saya biasa mulai produksi untuk tahun baru sejak Bulan September," ujarnya.

Melihat kenyataan yang ada, dirinya pesimis untuk tahun-tahun ke depan penjualan terompet semakin lesu. Karena terlihat dari tahun lalu tren nya sudah mulai menurun. Kalah dari terompet buatan cina.

"Saya saat ini tinggal mengandalkan kiriman dari anak. Anak saya empat, sudah kerja dan berumah tangga semua. Tapi dalam sehari-hari saya kadang dapat pesanan sablon gelas. Lumayan hasilnya meski tidak sebesar trompet," lanjutnya.

Selama ini, dirinya tidak pernah mendapatkan bantuan sepeserpun dari pemerintah. Padahal itu sangat dibutuhkan untuk modal usahanya. Apalagi di tengah Pandemi seperti ini. Namun dirinya bertekad akan tetap membuat trompet di tahun-tahun mendatang meskipun tidak ada peminatnya.

"Ya meski semakin berat, saya akan tetap membuat trompet. Karena ini yang membesarkan saya. Ini yang menghidupi keluarga saya sampai saya bisa menguliahkan tiga anak sampai lulus," ucapnya.

Untuk saat ini, dirinya menjual terompet dengan harga murah. Satu trompet berbentuk kupu yang biasa ia jual Rp 10 ribu, terpaksa ia jual hanya dengan harga Rp3.500 saja. Yang penting bisa balik modal.

Kontributor : Anang Firmansyah

Load More