Budi Arista Romadhoni
Senin, 04 Januari 2021 | 13:52 WIB
Grub musik dangdut Walang Sangit dari semarang saat manggung sebelum Pandemi Covid-19. (Istimewa)

Menurutnya, para seniman sudah berusaha untuk bertahan hidup. Andai kondisi seperti ini masih berlanjut, tak terbanyangkan bagaimana nasib para seniman di Kota Semarang. 

"Kita sudah bertahan hingga darah terakhir, " katanya. 

Untuk itu, dia berharap kepada pemerintah agar memberikan solusi kongkrit agar para seniman di Kota Semarang dapat bertahan. Setidaknya, dalam waktu seniman yang ada di Kota Semarang dapat kerja lagi. 

"Setidaknya para seniman diperbolehkan bermain musik di acara hajatan seperti pernikahan," imbuhnya. 

Namun sampai saat ini para seniman di Kota Semarang takut memakai jasa hiburan lantaran kelompok musiknya takut dibubarkan pihak Kepolisian. Padahal 90 persen penghasilan para seniman dangdut berasal dari acara hajatan. 

"Ada ketakutan di masyarakat ketika ada hajatan ingin menyewa kelompok musik untuk memberi hiburan tamu. Mereka takut hajatan dibubarkan," ungkapnya. 

Menurutnya, jika yang dipersoalkan kepolisian adalah protokol kesehatan maka pihaknya bisa membuktikan bahwa dapat mematuhi protokol kesehatan ketat. Seniman di Kota Semarang bersedia senantiasa mengikuti aturan pemerintah maupun kepolisian.

"Kepolisian selalu menyasar bahwa warga kalangan bawah yang menyelenggarakan acara hajatan menimbulkan penularan Covid-19. Bagaimana di tempat lainnya yang menyelenggarakan keramaian seperti di hotel, kafe dan tempat lainnya. Seharusnya adil dan bijak dalam menegakan aturan," terangnya. 

Untuk itu, ia berharap pemangku jabatan seperti Pemerintah, Kepolisian, TNI dan lainnya yang tergabung di Gugus Tugas Covid-19 mampu menegakan protokol kesehatan dengan tegas dan adil. 

Baca Juga: Cara Paus Fransiskus Kritik Orang Liburan di Tengah Pandemi Corona

"Warga butuh jaminan agar mereka tenang ketika menyewa kami. Para pemangku juga bisa memeriksa ketika hajatan," imbuhnya. 

Kontributor : Dafi Yusuf

Load More