Scroll untuk membaca artikel
Siswanto
Jum'at, 22 Januari 2021 | 17:43 WIB
Ilustrasi Kukang. [Suara.com]

SuaraJawaTengah.id - Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di kawasan Pegunungan Sawal, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, terancam pundah akibat perburuan untuk diperjualbelikan. Selain itu, populasi mereka semakin menurun akibat berkurangnya hutan setelah terjadi alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan perkampungan.

Kukang Jawa merupakan spesies dilindungi UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Penurunan jumlah Kukang Jawa dirasakan oleh penduduk sekitar, di antaranya petani penggarap di blok Kujang bernama Undang (56).

“Kurang lebih 15 tahun ini saya menggarap lahan ini belum pernah menemukan kukang,” kata dia.

Baca Juga: Polisi Amankan Koleksi Satwa Dilindungi dari Tersangka Narkoba

Pada tahun 2017, Leni Bunis, mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Tasikmalaya yang menjadi kader konservasi melakukan observasi terhadap populasi Kukang Jawa di Pegunungan Sawal.

Ketika itu, Leni mendata sebanyak 216 ekor Kukang Jawa.

Untuk penyelamatan Kukang Jawa di Pegunungan Sawal harus ada perhatian serius dari pemerintah.

Ilham Purwa, mahasiswa Universitas Galuh Ciamis yang juga menjadi kader konservasi mengatakan, “Perlu ada upaya yang berkelanjutan dalam rangka penyelamatan kukang ini. Salah satunya pengetatan izin masuk ke kawasan suaka marga satwa.”

Ilham mengatakan masih banyak orang yang masuk ke kawasan tanpa izin, terbukti dari banyaknya aktivitas orang yang tertangkap camera trap.

Baca Juga: Diguyur Hujan Deras, Atap Ruang Sekolah di Ciamis Ambruk

Kamera jebakan merupakan jenis kamera yang dilengkapi sensor gerak dan sensor panas dan atau termal yang dapat digunakan untuk merekam keberadaan satwa liar yang ada di kawasan tertentu.

Sensor camera trap akan aktif jika ada objek bergerak dan atau yang memiliki suhu berbeda dengan lingkungan area cakupan sensor di kawasan suaka marga satwa dengan aktivitas yang tidak jelas.

Padahal, berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK.192/IV-Set/HO/2006 tanggal 13 November 2006 tentang Izin Masuk Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru, untuk kawasan suaka marga satwa boleh sembarangan dimasuki orang.

Orang yang mau masuk ke sana harus memiliki izin dari pengelola kawasan. Dan izin hanya dapat dikeluarkan untuk penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, dan pembuatan film dokumenter.

Usaha pelestarian

Untuk melestarikan Kukang Jawa, kata petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III Jawa Barat Edi Koswara, “Dalam kurun waktu tahun 2020 kami bersama Relawan Yayasan International Animal Resque Indonesia kami telah melepaskan kukang sebanyak 30 ekor hasil rehabilitasi International Animal Resque sebanyak 20 ekor dan 10 hasil rehabilitasi BKSDA ke habitatnya di kawasan pegunungan sawal di blok Nasol, Darmacaang dan Pasir tamian.”

Tetapi upaya tersebut masih jauh dari panggang dari api. Tidak ada jaminan keberlangsungan hidup Kukang Jawa karena marak perburuan dan terdesak oleh alih fungsi lahan.

Sebagian Kukang Jawa sering ditemukan tersengat listrik di perkampungan penduduk.

Pelepasliaran Kukang Jawa hasil rehabilitasi, peluang hidupnya hanya 50 persen.

Apalagi kalau fisik kuku kukang dan giginya sudah dipotong sehingga mengurangi daya tahan hidup di alam bebas.

Kawasan Pegunungan Sawal terbagi menjadi tiga kawasan, yaitu kawasan suaka marga satwa, kawasan hutan produksi, dan kawasan hutan rakyat. (diolah dari TimesIndonesia, jaringan Suara.com)

Load More