Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 29 Januari 2021 | 05:30 WIB
Virus Nipah (Shutterstock)

Duong dan timnya telah menemukan bahwa kelelawar buah di Kamboja dapat terbang jauh - hingga 100 km setiap malam - untuk mencari buah.

Itu berarti penduduk di wilayah tersebut perlu khawatir, tidak hanya tentang terlalu dekat dengan kelelawar, tetapi juga khawatir mengonsumsi produk yang mungkin telah terkontaminasi oleh kelelawar yang terinfeksi virus Nipah.

Duong dan timnya juga telah mengidentifikasi situasi berisiko tinggi lainnya, yaitu kotoran kelelawar (disebut guano) menjadi pupuk yang populer di Kamboja dan Thailand dan di daerah pedesaan dengan sedikit kesempatan kerja.

Bagi penduduk di sana menjual kotoran kelelawar dapat menjadi cara yang vital untuk mencari nafkah. Duong mengidentifikasi banyak lokasi di mana penduduk setempat mendorong kelelawar buah, yang juga dikenal sebagai rubah terbang, untuk bertengger di dekat rumah mereka sehingga mereka dapat mengumpulkan dan menjual guano mereka.

Namun sayangnya banyak pemanen guano tidak tahu resiko apa yang mereka hadapi saat melakukannya. "Enam puluh persen orang yang kami wawancarai tidak tahu bahwa kelelawar menularkan penyakit. Masih kurangnya pengetahuan di masyarakat," kata Duong kepada BBC.

Duong meyakini bahwa dengan memberikan edukasi kepada penduduk setempat tentang ancaman yang dibawakan oleh kelelawar pembawa penyakit ini harus menjadi inisiatif utama.

Selain itu, perusakan habitat kelelawar juga telah menyebabkan penyebaran infeksi virus Nipah di masa lalu. Pada tahun 1998, wabah virus Nipah di Malaysia menewaskan lebih dari 100 orang.

Para peneliti menyimpulkan bahwa kebakaran hutan dan kekeringan setempat telah mengusir kelelawar dari habitat aslinya dan memaksa mereka menuju pohon buah yang tumbuh di peternakan yang memelihara babi.

Saat di bawah tekanan, kelelawar terbukti melepaskan lebih banyak virus. Kombinasi antara dipaksa untuk pindah habitat dan berada dalam kontak dekat dengan spesies yang biasanya tidak berinteraksi dengan mereka memungkinkan virus untuk berpindah dari kelelawar ke babi, dan seterusnya ke peternak.

Baca Juga: Heboh Virus Nipah, Ini Saran WHO untuk Cegah Penularan

Kelelawar buah cenderung hidup di kawasan hutan lebat dengan banyak banyak pohon buah-buahan untuk mereka makan. Saat habitat mereka dihancurkan atau dirusak, mereka menemukan solusi baru - seperti bertengger di rumah, ataupun di menara seperti yang terjadi di Angkor Wat.

"Perusakan habitat kelelawar dan gangguan manusia melalui perburuan mendorong mereka untuk mencari tempat bertengger alternatif," ujar Duong.

Namun haruskah kita membasmi kelelawar tersebut? Tidak, kecuali kita ingin memperburuk keadaan, kata Tracey Goldstein, direktur laboratorium One Health Institute dan direktur lab Predict Project.

Dia mengatakan bahwa kelelawar memiliki peranan ekologis yang sangat penting. Mereka menyerbuki lebih dari 500 spesies tanaman. Mereka juga membantu mengendalikan serangga - memainkan peran yang sangat penting dalam pengendalian penyakit pada manusia, misalnya, mengurangi malaria dengan memakan nyamuk, kata Goldstein.

Dia juga menunjukkan bahwa pemusnahan kelelawar telah terbukti merugikan dari perspektif penyakit dan bagi manusia. "Itu akan membuat (manusia) lebih rentan. Dengan membunuh hewan, Anda meningkatkan risiko, karena Anda meningkatkan jumlah hewan yang menyebarkan virus," kata Goldstein.

Oleh karena itu, para peneliti dan pemerintah di seluruh dunia pun sepakat bahwa virus Nipah sangat berbahaya - memiliki potensi ancaman bioterorisme - dan hanya segelintir laboratorium di seluruh dunia yang diizinkan untuk membudidayakan, menumbuhkan dan menyimpannya.

Load More