“Pemerintah hanya mengakomodir SKT tidak dinaikan karena (dianggap) padat tenaga kerja. Padahal padat penyerapan tembakau ada di sigaret kretek mesin. SKM ini padat penyerapan bahan baku, yang di situ ada banyak tenaga kerja terlibat di pertanian tembakau. Keputusan ini mengabaikan kebenaran.”
Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI, Agus Parmuji, ada lebih dari 3 juta anggotanya yang menggantungkan hidup dari bertani tembakau. Pada Februari hingga Maret banyak diantara mereka yang mulai menyemai bibit dan mengolah lahan.
“Sekitar 3 juta anggota kami, semua nanti akan terdampak. Kalau dengan buruh taninya, jumlah mereka bisa berjuta-juta. Bulan Februari kemudian Maret sudah mulai pencangkulan. Mulai ada kuli angkut pupuk, jasa transportasi. Ini akan terkendala dengan aturan pemerintah sekarang ini,” kata Agus.
Kata Agus, pemerintah tidak melihat kenaikan cukai rokok berhubungan dengan petani tembakau. Padahal kenyataanya, penjualan panen tembakau sampai saat ini masih bergantung pada industri rokok nasional baik jenis sigaret kretek tangan maupun sigaret kretek mesin.
Baca Juga: Edarkan 27 Paket Tembakau Sintetis, Warga Banyumas Ditangkap Polisi
“Dampak dari kebijakan cukai ini akan menghantam petani tembakau. Pemerintah bilang: ‘kami mengendalikan produksinya di industri dan kami membiarkan petani menanam tembakau’. Tapi tidak (sederhana) begitu. Ketika produksi (rokok) dikendalikan, penyerapan (tembakau) akan terdampak.
Pada 10 Desember 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen. Kenaikan tarif berlaku sejak 1 Februari 2021.
Pabrik yang memproduksi rokok jenis sigaret putih mesin (SPM) golongan I dikenakan kenaikan tarif cukai sebesar 18,4 persen, SPM golongan IIA 16,5 persen, dan SPM golongan IIB naik sebesar 18,1 persen.
Kemudian tarif cukai sigaret kretek mesin (SKM) golongan I naik sebesar 16,9 persen, SKM golongan IIA naik 13,8 persen, dan SKM golongan IIB naik 15,4 persen.
Industri rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) tidak dikenai kenaikan tarif cukai. Hal itu mempertimbangkan bahwa industri SKT adalah yang menyerap tenaga kerja terbesar dibandingkan indsutri rokok jenis lainnya.
Baca Juga: Kenaikan Cukai Rokok Tak Cukup Jadi Solusi
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
-
Sarat Polemik dan Intervensi Asing, Penyusunan Regulasi Pertembakauan Harus Libatkan Pihak Terdampak
-
Prabowo Diminta Turun Tangan, Industri Rokok Padat Karya Terancam Aturan Pemerintah
-
Apakah Vape Bisa Hambat Perokok untuk Berhenti Merokok?
-
Pertani Tembakau Buka-bukaan Efek Ganda Kebijakan Kemasan Rokok Polos
-
Rencana Kebijakan Pemerintah Ini Bikin Hidup Petani Tembakau Was-was
Terpopuler
- Pemilik Chery J6 Keluhkan Kualitas Mobil Baru dari China
- Profil dan Aset Murdaya Poo, Pemilik Pondok Indah Mall dengan Kekayaan Triliunan
- Jairo Riedewald Belum Jelas, Pemain Keturunan Indonesia Ini Lebih Mudah Diproses Naturalisasi
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Jualan Sepi usai Mualaf, Ruben Onsu Disarankan Minta Tolong ke Sarwendah
Pilihan
-
Bodycharge Mematikan Jadi Senjata Rahasia Timnas U-17 di Tangan Nova Arianto
-
Kami Bisa Kalah Lebih Banyak: Bellingham Ungkap Dominasi Arsenal atas Real Madrid
-
Zulkifli Hasan Temui Jokowi di Solo, Akui Ada Pembicaraan Soal Ekonomi Nasional
-
Trump Singgung Toyota Terlalu Nyaman Jualan Mobil di Amerika
-
APBN Kian Tekor, Prabowo Tarik Utang Baru Rp 250 Triliun
Terkini
-
10 April 2025, Saatnya Pemegang Saham Dapat Dividen Rp31,4 Triliun dari BBRI
-
Mudik Lebaran 2025: Pertamax Jadi Andalan Pemudik, Konsumsi Naik 77 Persen
-
Jawa Tengah Ketiban Durian Runtuh! Gubernur Luthfi Gandeng DPR RI untuk Kucuran Dana Pusat
-
Perajin Mutiara Asal Lombok Go International, Bukti Komitmen BRI UMKM EXPO(RT) 2025 Atas Karya Lokal
-
Rahasia Umbul Leses Boyolali: Kisah Pengantin Terkutuk Jadi Pohon Raksasa!