SuaraJawaTengah.id - Candi Borobudur disebut oleh sejumlah peneliti geologi dibangun di sekitaran danau purba. Dilukiskan sebagai teratai raksasa yang anggun di tengah danau.
Pendapat spekulasi itu kali pertama diungkapkan penulis Belanda, WOJ Nieuwenkamp di harian Algemeen Handelsblad pada 9 September 1933. Tulisan itu adalah oleh-oleh kunjungan Nieuwenkamp ke Bali dan Candi Borobudur setahun sebelumnya.
Tidak main-main, untuk menguatkan pendapatnya soal Candi Borobudur WOJ Nieuwenkamp meminta pendapat geolog Belanda terkenal seperti Prof Dr LMR Rutten.
Geolog berkebangsaan Belanda lainnya, Dr RW Van Bemmelen kemudian menyebutkan teori bahwa pada zaman purba di dataran tinggi Kedu pernah terbentuk danau.
Baca Juga: Termasuk Borobudur, Ini Dia Lima Destinasi Wisata Super Prioritas Indonesia
Sejarah geologi kawasan Borobudur dimulai 1 sampai 2 juta tahun silam. Tepatnya pada akhir zaman Tersier, terjadi proses tektonik orogenesis Plio-Plistosen yang membentuk pegunungan Menoreh yang memanjang dari timur ke barat wilayah Kedu.
Menurut Van Bemmelen, pegunungan sejauh 20 kilometer itu membentuk cekungan sedimentasi kuarter Borobudur yang menghubungkan laut Jawa dengan Samudera Hindia melalui celah Terban Bantul (Bantul Graben).
Cekungan itu kemudian membentuk jajaran perbukitan: Ukir, Gendol, Sari, Pring, Borobudur, Dagi, dan Mijil. Di sekitar cekungan juga muncul gunung api muda seperti Gunung Tidar, Telomoyo, Andong, Sumbing, Sindoro, Merbabu dan Merapi.
Pertumbuhan gunung-gunung api ini kemudian secara perlahan menutup celah Terban Bantul yang membuat cekungan Borobudur terisolasi dari Laut Jawa dan Samudera Hindia.
Cekungan tertutup (isolated basin) yang berisi air asin tersebut kemudian disebut Cekungan Intra Montana Borobudur. Cekungan ini dikelilingi oleh deretan gunung api muda di sisi barat dan perbukitan Menoreh di sisi selatan.
Baca Juga: Terkena Proyek Gerbang Borobudur, Satu Sekolah Ini Dipindah
Letusan hebat Gunung Merapi yang membawa longsoran material secara berulang-ulang menyebabkan cekungan Intra Montana Borobudur mengering.
Toponim Desa Indikasi Danau Purba
Dari hasil penelitian Ir Helmy Murwanto, ditemukan perkiraan masa danau purba terbentuk. Metode perkiraan usia danau berdasarkan penanggalan radio karbon C14 batu lempung hitam dan fosil kayu yang ditemukan di sekitar Candi Borobudur.
Ditentukan umur endapan danau yang tertua berumur 22.130±400 BP dan yang termuda 660±100 BP. Proses terbentuknya lingkungan danau kemudian disimpulkan dimulai sejak masa Pleistosen Atas dan danau mengering jauh setelah Candi Borobudur selesai dibangun.
Penelitian Murwanto menyimpulkan bahwa danau purba Borobudur dipastikan terbentuk sejak lebih dari tahun 22.130 BP yang lalu dan berakhir pada 660 BP atau sekitar abad 13 Masehi (Murwanto, 1996).
Masih menurut Murwanto, lingkungan sekitar Candi Borobudur saat dibangun pada abad ke 9 Masehi masih berupa danau. Beberapa sungai bermuara di danau tersebut (Murwanto dan Sutarto, 2008; Sutikno dkk, 2006).
Saat menjalani ujian promosi doktor di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Murwanto menyebut endapan lempung hitam sisa danau purba Borobudur menyebar hingga lembah Sungai Pacet di kaki Gunung Tidar.
Wilayah Gunung Tidar diperkirakan membatasi bagian utara danau. Danau meluas sejauh 8 kilometer hingga lembah Sungai Sileng di kaki Pegunungan Menoreh di sisi selatan danau.
“Kedua singkapan (endapan lempung hitam) tersebut berjarak sekitar 8 kilometer,” kata Murwanto.
Sejarah keberadaan danau purba juga dapat dikenali melalui toponim atau nama desa di sekitar Candi Borobudur. Desa Bumisegoro, Sabragrowo, Tanjungsari, dan Tuksongo mengindikasikan berada di daerah bekas danau purba.
Sedangkan Desa Pragowati, Kaliduren, Brangkal, dan Kaliabon diperkirakan mengindikasikan wilayah tersebut berada di tepi sungai yang dulu mengalirkan air ke danau purba.
Keberadaan danau purba turut membentuk peradaban sosial masyarakat di sekitarnya. Danau menciptakan lembah-lembah subur yang dimanfaatkan masyarakat untuk lahan pertanian. Lembah ini terdapat di sekitar Desa Bumisegoro, Pasuruhan, Saitan, dan Deyangan.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
-
Serba-Serbi Borobudur International Golf & Country Club hingga Tenda 'Ospek' Kabinet Merah Putih di Magelang
-
Pemerintah Gelar Pembekalan Menteri dan Wakil Menteri di Borobudur International Golf & Country Club Magelang
-
Injourney Re-Masterplan Kawasan Borobudur, Wujudkan Destinasi Pariwisata Kelas Dunia
-
Tagar Pray for Borobudur Ramai di Medsos, Ini Penyebabnya
-
Gaet Thai Airways, InJourney Bidik Umat Budha di ASEAN Bisa Kunjungi Candi Borobudur
Terpopuler
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Momen Suporter Arab Saudi Heran Lihat Fans Timnas Indonesia Salat di SUGBK
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Kekayaan AM Hendropriyono Mertua Andika Perkasa, Hartanya Diwariskan ke Menantu
Pilihan
-
PublicSensum: Isran-Hadi Unggul Telak atas Rudy-Seno dengan Elektabilitas 58,6 Persen
-
Munawwar Sebut Anggaran Rp 162 Miliar untuk Bimtek Pemborosan: Banyak Prioritas Terabaikan
-
Drama Praperadilan Tom Lembong: Kuasa Hukum Bongkar Dugaan Rekayasa Kesaksian Ahli
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
Terkini
-
Jelang Pencoblosan, PAN Jateng Dorong Pilkada Berlangsung Damai, Ini Alasannya
-
Ngerinya Tanjakan Silayur: Titik Kritis Kecelakaan yang Kini Jadi Prioritas Pemerintah Kota Semarang
-
Semarang Waspada Hujan dan Banjir Rob Akhir Pekan Ini, Ini Penjelasan BMKG
-
Wapres Gibran Dukung UMKM dan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di Semarang
-
Dari Tambakmulyo untuk Jateng: Mimpi Sanitasi Layak Menuju SDGs