Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 10 Maret 2021 | 10:32 WIB
Kajari Purwokerto Sunarwan saat konferensi pers di Kantor Kejari Purwokerto, Kabupate Banyumas, Selasa (9/3/2021) malam, menunjukkan barang bukti yang disita dalam kasus dugaan korupsi program JPS Kemnaker. [ANTARA/Sumarwoto]

SuaraJawaTengah.id - Jaringan Pengaman Sosial (JPS) pandemi Covid-19 menjadi celah para koruptor. Setelah pejabat Kementrian Sosial (Kemensos) terbukti melakukan korupsi bantuan sosial, kali ini Kementrian Ketenagakerjaan menjadi sorotan.

Kejaksaan Negeri Purwokerto menyelidiki kasus dugaan korupsi program Jaring Pengamanan Sosial (JPS) dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia di wilayah Kabupaten Banyumas.

Kepala Kejari Purwokerto Sunarwan menyebut terdapat kejanggalan pada program JPS yang dibagikan di BanyumaS. Dari penyelidikan, Kejari Purwokerto menyita uang ratusan juta. 

"Kami melakukan pengamanan atau penggeledahan untuk menemukan sebagian barang bukti. Dan dari rumah salah satu (saksi) yang kami periksa hari ini, berhasil kami sita uang sebesar Rp470 juta," kata Sunarwan dilansir dari ANTARA di Kantor Kejari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa (9/3/2021) malam.

Baca Juga: Wow! Satu Keluarga Wisuda Bersama di UMP Banyumas

Selain itu, kata dia, pihaknya juga mengamankan 38 stempel kelompok dari total 48 kelompok, satu unit komputer, beberapa dokumen perjanjian kerja sama antara 48 kelompok dan Direktorat Pengembangan dan Perluasan Kerja pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Bina Penta dan PKK) Kemnaker RI.

Menurut dia, total bantuan dari Ditjen Bina Penta dan PKK Kemnaker RI untuk 48 kelompok itu mencapai Rp1,920 miliar yang ditransfer ke rekening Bank Rakyat Indonesia (BRI) milik kelompok, masing-masing mendapatkan Rp40 juta.

"Saat masing-masing perwakilan kelompok menarik uang tersebut, seseorang telah menunggu di luar kantor BRI. Dan ketika kelompok itu keluar dari bank, orang tersebut meminta seluruh uang itu, sehingga total ada Rp1,920 miliar," katanya.

Menurut dia, pencairan dana program JPS dari Kemnaker tersebut pada tanggal 1 Desember 2020.

Ia mengatakan bantuan program JPS dari Kemnaker tersebut sebenarnya ditujukan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat akibat COVID-19, baik yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun menganggur.

Baca Juga: Viral Kepala Dusun Lakukan Perundungan terhadap Anak, Begini Ceritanya

Dalam hal ini, kata dia, Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker memberikan bantuan kepada kelompok masyarakat di desa dan masing-masing kelompok beranggotakan 20 orang.

"Tujuannya adalah memberdayakan kelompok tersebut. Biar kelompok di desa bisa berusaha, bisa mendirikan usaha yang mandiri, tetapi ternyata dalam praktiknya, uang untuk 48 kelompok ini diambil oleh satu orang dan mungkin akan berkembang nantinya. Sisa uang itu yang bisa kami ketemukan di sini," katanya.

Lebih lanjut, Sunarwan mengatakan dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi program JPS Kemnaker tersebut, pihaknya belum menetapkan tersangka.

Dalam hal ini, kata dia, pihaknya baru memeriksa sejumlah saksi, salah satunya berinisial AM (26), pekerja swasta, warga Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.

"AM baru hari ini (9/3) kami periksa. Tadi kami periksa sebagai saksi, kemudian dari hasil keterangan yang bersangkutan, kami segera amankan semua yang kami sita hari ini," katanya.

Ia mengatakan 48 kelompok itu merupakan usaha mandiri baru yang dibentuk oleh AM. "Nama kelompok ini, kalau dapat saya katakan hanya digunakan untuk nama saja," katanya.

Menurut dia, pihaknya masih mendalami penggunaan uang yang sebenarnya merupakan hak kelompok tersebut.

"Hari ini (9/3), kemi memeriksa saksi sebanyak tujuh orang. Dari tujuh orang itu, lima di antaranya adalah kelompok yang seharusnya menerima uang ini, sedangkan yang dua orang adalah AM dan MT (37) yang juga warga Desa Sokawera," katanya.

Lebih lanjut, Sunarwan mengatakan masing-masing kelompok sebenarnya sudah berupaya melakukan apa yang sudah mereka tandatangani dalam perjanjian yang dilakukan dengan Kemnaker.

Selain itu, kata dia, kelompok-kelompok masyarakat tersebut sebenarnya menolak ketika seluruh uang program JPS tersebut diminta, namun akhirnya mereka tak kuasa menolaknya.

"Sejak minggu kemarin, total kelompok yang sudah kami periksa ada 14 kelompok. Sore tadi hingga malam ini, kami lakukan penggeledahan di rumah AM untuk mengumpulkan barang buktinya dulu," katanya.

Menurut dia, pihaknya tidak menggeledah rumah MT, namun dari dalam tasnya ditemukan barang-barang yang diindiksikan terkait dengan kasus tersebut.

Ia mengatakan penyelidikan dan pengumpulan informasi kasus dugaan korupsi program JPS Kemnaker tersebut sudah dilakukan Kejari Purwokerto dalam tiga pekan terakhir berdasarkan laporan masyarakat terutama dari kelompok.

Oleh karena masih berstatus saksi, pihaknya belum melakukan penahanan terhadap AM dan MT.

Menurut dia, pihaknya masih mendalami kasus tersebut termasuk kemungkinan adanya orang lain yang terlibat di dalamnya.

"Setelah alat bukti cukup, kami akan ekspos untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab dalam kasus ini. Nantinya akan dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," katanya.

Load More