SuaraJawaTengah.id - Ketupat, opor ayam hingga rendang adalah salah satu menu makanan wajib yang selalu dihidangkan pada Hari Raya Idul Fitri tiba. Khususnya di Jawa, ketupat memiliki historis panjang yang belum banyak diketahui oleh orang banyak.
Menjelang lebaran, biasanya masyarakat akan disibukkan dengan membuat ketupat dan macam-macam kue lainnya guna menyambut hari kemenangan umat Islam.
Di tepi-tepi jalan maupun di pasar banyak penjual dadakan yang menawarkan kulit ketupat dengan harga yang bervariasi.
Meski proses pembuatan ketupat ini terbilang sulit, makanan yang berbahan pokok beras yang dibalut janur kelapa berbentuk kubus ini telah menjadi tradisi di masyarakat. Dalam proses pembuatan ketupat bisa memakan waktu berjam-jam lamanya.
Mulanya rendam beras selama 30 menit, kemudian cuci dan tiriskan airnya. Lalu masukan beras yang sudah siap ke dalam janur beserta bumbu pelengkapnya. Baru deh setelah itu tinggal digodog ke dalam air.
Perlu diketahui selain di Indonesia, ketupat juga bisa dijumpai di negara-negara Asean lainnya seperti Malaysia, Brunei, Singapura dan Filipina.
Dilansir dari akun instagram @disdikjabar, ketupat memiliki fakta unik tentang sejarah panjangnya dan filosofi yang jarang orang ketahui, diantaranya sebagai berikut:
Sejarah Ketupat
1. Berawal dari Sunan Kalijaga
Baca Juga: Salat Idul Fitri Jamaah An Nadzir di Kabupaten Gowa
Sunan Kalijaga adalah orang pertama yang memperkenalkan ketupat kepada masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga juga membudayakan dua tradisi "bakda" saat memperkenalkan ketupat, yakni "Bakda Lebaran" dan "Bakda Ketupat".
Bakda lebaran dilakukan saat idulfitri, sedangkan bakda ketupat dilakukan seminggu pasca lebaran. Nah saat bakda ketupat, banyak rumah di Jawa menganyam ketupat memakai daun kelapa muda.
Selesai dimasak, biasanya ketupat diantar ke kerabat yang lebih tua. Lambat laun, ketupat menjadi simbol kebersamaan umat Islam.
2. Simbol Permintaan Maaf
Saat sudah dicampur dengan lauk bersantan, ketupat menjadi simbol permintaan maaf. Namanya pun berganti menjadi "Kupa Santen". Dalam budaya Jawa, kupa santen berarti "kulo lepat, nyuwun ngapunten (saya salah, mohon maaf)".
3. Memiliki Banyak Nama
Ketupat memiliki beragam nama berbeda. Orang Jawa dan Sunda biasa menyebut dengan "kupat", sedangkan di Bali lebih akrab disebut "tipat". Lalu masyarakat Minangkabau mengenalnya dengan nama "katupek" dan Madura menyebutnya "ketoprak".
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
Terkini
-
Pertamina Patra Niaga Gelar Khitan Massal di Cilacap, Wujud Syukur HUT ke-68 Pertamina
-
5 MPV Diesel Pilihan Rp150 Jutaan yang Worth It untuk Keluarga di Akhir 2025
-
BRI Perkuat Aksi Tanggap Bencana Alam, 70 Ribu Jiwa Terdampak Beroleh Bantuan
-
PSIS Semarang Gegerkan Bursa Transfer: Borong Tiga Pemain Naturalisasi Sekaligus
-
8 Wisata Terbaru dan Populer di Batang untuk Libur Sekolah Akhir 2025