Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Selasa, 18 Mei 2021 | 14:13 WIB
Kasus pembunuhan anak di Temanggung (facebook.com/ErisRiswandi)

SuaraJawaTengah.id - Mayat bocah korban dugaan pembunuhan di Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung, sulit ditemukan karena disembunyikan oleh kedua orang tua.  

Orang tua korban, M dan S merahasiakan rapat-rapat soal kondisi anaknya termasuk kepada pihak keluarga. Selama 4 bulan korban tidak pernah terlihat di sekitar rumah.

Menurut Maryanto, kerabat dekat korban keluarga sempat menanyakan keberadaan A kepada M ayah korban. “Selama kurang leb4 bulan kami tidak mengetahui keberadaan korban. Ketika saya tanyakan ke keluarga korban, katanya di rumah kakeknya, Sutarno di Desa Congkrang,” kata Maryanto, Senin (18/5/2021).

Para kerabat percaya dengan keterangan M karena Sutarno dan istrinya selama ini hanya tinggal berdua saja di Desa Congkrang.

Baca Juga: Mayat Bocah SD Tinggal Tulang-belulang Gemparkan Warga Temanggung

“Kami keluarga dari Dusun Paponan percaya. Di sana kan cuma ada kakek sama nenek yang menemani itu. Kami yakin sekali anak itu disana,” ujar Maryanto.

Kecurigaan baru muncul, ketika Maryanto berkunjung ke rumah Sutarno pada 15 Mei 2021 dan tidak menemukan A di sana. Malam harinya, Sutarno mendatangi rumah M, bermaksud menanyakan keberadaan sang cucu.

Tapi Sutarno tertahan di teras rumah karena ketukannya di pintu tidak mendapat jawaban. Maryanto kemudian mengajak Sutarno ke rumah kakak iparnya yang masih brada dalam satu desa.  

“Selang beberapa waktu, M keluar mencari saya. Ketemu terus saya tanya, ‘Anaknya itu sebetulnya dimana?’ Dia belum bisa menjawab. Saya kemudian diajak masuk rumahnya lewat pintu samping. Saya tanya lagi. Dia masih diam,” ujar Maryanto.

Tak berapa lama, Sutarno menyusul. Didorong oleh rasa penasaran bercampur rindu pada sang cucu, Sutarno kembali menggedor pintu.

Baca Juga: Marah Dituduh Cepu Polisi, Gunawan di Palembang Habisi Nyawa Tetangga

“Akhirnya saya bukakan. Begitu saya bukakan, Sutarno dan istrinya saya ajak masuk. Tapi (kami) tidak diperbolehkan untuk menginap disana," ujarnya.

Sutarno kembali memaksa agar diizinkan berjumpa cucunya. Tak berapa lama, datang H dan B ke rumah Marsudi.

Menurut pengakuan H dan B, korban berada di salah satu kamar. Sutarno kemudian dizinkan melihat sekilas kondisi A yang berada di dalam kamar. “Pak Sutarno sempat melihat sesosok bocah, tapi kok kelihatan seperti bukan A. Kakinya kurus sekali,” ujar Maryanto.

Keluarga melaporkan kejadian ini ke kepala dusun dan Kepala Desa Bejen. Laporan kemudian diteruskan ke Polsek Bejen, hingga akhirnya kasus pembunuhan ini terungkap.

Maryanto mengaku tidak melihat hal mencurigakan selama A menghilang. “Cuma pintu itu selalu tertutup. Sama saya, M kalau ketemu ngobrol biasa. Kadang merokok bareng.”

M ayah korban beraktifitas seperti biasa sebagai pegawai PTPN perkebunan karet. Sedangkan S ibu korban bekerja menerima jasa menjahit pakaian di rumah.

Maryanto tidak dapat menerima alasan A meninggal saat menjalani ritual ruwatan karena dianggap nakal. Menurut dia, kenakalan korban masih wajar untuk anak-anak seusianya.

“Kalau anak kecil nakal itu biasa. Kalau soal kenakalan anak kecil sudah sewajarnya,” kata Maryanto.

Polres Temanggung masih memeriksa orang tua korban dugaan pembunuhan bocah berinisial A, warga Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung.

Polisi menduga kuat keterlibatan M dan S dalam kasus pembunuhan tersebut. Selain orang tua korban, polisi juga menangkap dan memeriksa tetangga korban, H dan B.

Menurut Kapolres Temanggung, AKBP Benny Setyowadi, H mempengaruhi orang tua korban untuk menggelar ritual ruwatan. Mereka yakin korban sering bertindak nakal karena dirasuki roh halus.  

“Melihat kondisi dari anaknya yang diyakini nakal. Kemudian dari hasil bujukan saudara H, ‘itu anak yang sedang dihinggapi dunia lain untuk dilakukan ruwat’. Ruwatnya bentuknya ditenggelamkan. Itu motif sementara,” kata AKBP Benny kepada wartawan di Polres Temanggung, Selasa (18/5/2021).

AKBP Benny menjelaskan, H dikampungnya dikenal sebagai dukun. “Bujuk rayu dari saudara H yang kalau di kampungnya itu ‘orang pinter’ atau dukun. Menyuruh orang tua korban untuk melakukan (ruwat),” ujarnya.

Mereka yang ditangkap dan diperiksa polisi ini dijerat Pasal 76 huruf C dan Pasal 80 UU No.17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

Mereka juga dijerat hukuman subsider Pasal 44 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Pasal 338 KUHP Pidana.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More