SuaraJawaTengah.id - Aksi tidak terpuji terjadi di Kota Solo. Sepuluh anak sekolah dasar (SD) menjadi pelaku perusak makam non muslim.
Persitiwa perusakan makam warga nonmuslim itu terjadi di Mojo, Pasar Kliwon, Kota Solo.
Yang menjadi prehati adalah pelakunya masih anak-anak. Diduga pemahaman merusak makam non muslim itu mereka dapatkan saat menempuh pendidikan keagamaan informal tak jauh dari lokasi permakaman Cemoro Kembar Kota Solo.
Dilansir dari Solopos.com, Kementerian Agama Jawa Tengah memastikan lokasi pendidikan keagamaan itu tidak berizin.
Kakanwil Kemenag Jateng, Mustain Ahmad, mengatakan kewenangan Kemenag tentunya menjaga kerukunan umat beragama.
Saat ini masih ada pertemuan Kemenag, ahli waris, tokoh masyarakat, untuk mencari solusi menyusul kasus perusakan makam itu. Jika diperbaiki bersama-sama, ia menilai hal itu sangat bagus.
“[Lokasi pendidikan] Mau ditutup bagaimana, diizinkan saja tidak. Artinya itu dibubarkan atau dihentikan. Itu juga baru beberapa bulan saja dan tidak mengikuti sistem yang ada,” papar Mustain, Selasa (22/6/2022),
Ia mengonfirmasi sekolah berbasis keagamaan seperti di Mojo itu wajib mengantongi izin Kementerian Agama. Termasuk lembaga pendidikan informal maupun nonformal harus ada izinnya. “Kalau menggunakan istilah penamaan nomenklatur ya izin sesuai dengan ketentuan. Apakah itu pesantren atau madrasah,” paparnya.
Sementara itu, penamaan lokasi pendidikan itu juga harus jelas. Ia mencontohkan Padepokan Dimas Kanjeng yang seolah-olah pesantren padahal istilah padepokan merupakan istilah pencak silat.
Baca Juga: Waduh! Guru Ngaji Suruh Murid Rusak Kuburan Kristen di Solo, Salib Dipotong, Dihancurkan
“Kalau itu bukan pesantren bagaimana kami bisa masuk. Sudah ada undang-undang sistem pendidikan formal maupun nonformal, harus diikuti bersama,” paparnya.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyelamatkan anak-anak generasi muda demi masa depan bangsa. Peran orang tua sangat vital dalam persoalan anak-anak pelaku perusak makam di Mojo, Solo, ini.
“Orang tua sebelum mengirim anaknya ke lembaga pendidikan diteliti dulu lah. Kalau belum jelas tanya ke Pak RT atau guru agama di situ,” tegasnya.
Ia menambahkan penutupan sekolah menjadi ranah aparat keamanan dan Wali Kota Solo. Poin pentingnya dalam hal ini adalah masyarakat selalu menjaga kerukunan, hidup bersama, pendidikan sesuai ketentuan demi menyelamatkan anak-anak. Hidup harmonis dengan saling menghargai sesama.
“Bagaimana mau menutup kalau membuka saja tidak. Bukan penutupan, mungkin istilahnya pembubaran, penghentian, atau ditertibkan. Jadi jangan bias seolah-olah ada lembaga resmi ditutup,” paparnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
- 7 Rekomendasi Sabun Cuci Muka dengan Niacinamide untuk Mencerahkan Kulit Kusam
- John Heitingga: Timnas Indonesia Punya Pemain Luar Biasa
Pilihan
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
Terkini
-
BRI Perkuat Sinergi dan Diversifikasi Bisnis untuk Dorong Pertumbuhan Konsisten Sepanjang Tahun 2025
-
Gubernur Ahmad Luthfi Ajak Para Perantau Bangun Kampung Halaman
-
Geser Oleh-Oleh Jadul? Lapis Kukus Kekinian Ini Jadi Primadona Baru dari Semarang
-
10 Nasi Padang Paling Mantap di Semarang untuk Kulineran Akhir Pekan
-
BRI Peduli Salurkan 5.000 Paket Sembako bagi Masyarakat dalam Program BRI Menanam Grow & Green