SuaraJawaTengah.id - Pangkalan angkutan di Kawasan Johar Lama, Kota Semarang tak seramai biasanya. Beberapa sopir nampak tidur di bangku belakang dan sebgian yang lainnya menganggur dan ngobrol di samping mobil angkutan karena penumpang sepi.
Penumpang angkutan sudah mulai sepi sejak kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Bahkan, beberapa sopir angkutan di Semarang terpaksa berhutang untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Salah satu sopir angkutan, Fatoni mengatakan, jika kebijakan PPKM berpengaruh besar terhadap pekerjaan yang sudah digelutinya sejak 25 tahun itu. Selama PPKM, dalam sehari paling banyak hanya bisa mendaptkan 10 penumpang.
"Bisa dihitung cuma satu hari itu 10 penumpang, kalau sebelumnya bisa sampaai 30-40 penumpang setiap hari," jelasnya saat ditemui Suarajawatengah.id di lokasi, Jumat (30/7/2021).
Baca Juga: Momen Wako Pontianak Jajal Aturan Makan di Tempat, Cuma 13 Menit
Selama ini sopir angkutan di Semarang sudah sulit mendapatkan penumpang. Ditambah dengan kebijakan PPKM ini membuatnya kelimpungan. Pekerjaanya sehari-hari sebagai sopir angkutan kini tak bisa diandalkan.
"PPKM Darurat ini tambah sulit cari uang, penumpang juga sulit," paparnya.
Sebelum PPKM, masih terdapat beberapa penumpang seperti orang bekerja, ibu-ibu ke pasar atau sedang bepergian ke lokasi lain. Namun, karena PPKM banyak pelanggannya yang tak bepergian.
"Sudah sepi sekarang tambah sepi," keluhnya.
Bahkan, dia sendiri tak bisa lagi menjelaskan kepada keluarga soal kondisinya saat ini. Dia hanya bisa pasrah dan jika terpaksa, harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga.
Baca Juga: Imbas PPKM, Bantul Kehilangan Pendapatan Asli Daerah Miliaran Rupiah
"Isinya pasrah, paling ya kalau kepingin apa kalau beras ya berhutang dulu tak ada yang bisa buat tambal," ujarnya.
Sopir angkutan yang lain, Agus menambahkan jika selama PPKM banyak jalan yang ditutup. Bahkan, tak jarang dia terpaksa terjebak dan memutar untuk melalui jalan yang lain dengan rute yang lebih jauh.
"Jadi sudah sepi penumpang, kita juga tombok (rugi) bensin juga," ujarnya.
Dia berharap, pemerintah segera melonggarkan kebijakan PPKM agar Agus bisa mencari uang seperti sebelumnya. Dia mengaku, selama ini dia kesulitan untuk memberikan nafkah kepada keluarga.
"Ya bagaimana, ini kan bukan mobil saya sendiri. Saya juga harus setor uang dan isi bensin. Padahal saya punya keluarga. Uang habis, harus berhutang," imbuhnya.
Kontributor : Dafi Yusuf
Berita Terkait
-
Terekam Dashcam, Sopir Truk Diserang Macan Kumbang saat Berhenti di Pinggir Jalan
-
Ancam Tempeleng Wartawan di Semarang, Kapolri Sebut Bukan Ajudannya
-
Polri Akan Usut Kasus Ajudan Kapolri Ancam Tempeleng Jurnalis di Semarang
-
7 Rekomendasi Nasi Goreng Semarang Terenak Mulai dari Babat hingga Pedas Menggila
-
7 Kolam Renang di Semarang dengan Harga Terjangkau: Bonus View Pegunungan!
Tag
Terpopuler
- Pamer Hampers Lebaran dari Letkol Teddy, Irfan Hakim Banjir Kritikan: Tolong Jaga Hati Rakyat
- Kekayaan Menakjubkan Lucky Hakim, Bupati Indramayu yang Kena Sentil Dedi Mulyadi
- Jairo Riedewald Belum Jelas, Pemain Keturunan Indonesia Ini Lebih Mudah Diproses Naturalisasi
- Jualan Sepi usai Mualaf, Ruben Onsu Disarankan Minta Tolong ke Sarwendah
- Bak Trio Ridho-Idzes-Hubner, Timnas Indonesia U-17 Punya 3 Bek Solid
Pilihan
-
Megawati dan Prabowo Subianto Akhirnya Bertemu, Begini Respon Jokowi
-
PM Malaysia Anwar Ibrahim Tegaskan ASEAN Solid dan Bersatu
-
Emas dan Bitcoin Banyak Diborong Imbas Ketegangan Perang Dagang AS vs China
-
Red Sparks Bangkit Dramatis, Paksa Set Penentuan di Final Liga Voli Korea 2024/2025
-
RESMI Lawan Manchester United di Malaysia, ASEAN All-Stars Bakal Dilatih Shin Tae-yong?
Terkini
-
Pemprov Jateng Siap Gelontor Bantuan Keuangan Desa Sebanyak Rp1,2 Triliun
-
Semen Gresik dan Pemkab Blora Teken Kerjasama Pengelolaan Sampah Kota Melalui Teknologi RDF
-
10 Tips Menjaga Semangat Ibadah Setelah Ramadan
-
7 Pabrik Gula Tua di Jawa Tengah: Ada yang Jadi Museum hingga Wisata Instagramable
-
Jateng Menuju Lumbung Pangan Nasional, Gubernur Luthfi Genjot Produksi Padi 11,8 Juta Ton di 2025