Budi Arista Romadhoni
Senin, 16 Agustus 2021 | 20:30 WIB
Widayat Basuki Dharmowiyono, generasi ketiga dari pemilik kopi Margo Redjo yang saat ini lebih dikenal dengan Dharma Boutique Roastery. [Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa]

SuaraJawaTengah.id - Kota Semarang memang lekat dengan sejarah. Bangunan tua menjadi saksi bisu Semarang pernah menjadi pusat ekonomi di Indonesia. 

Misalnya kawasan Pecinan, bagi Kota Semarang ibarat brankas museum. Di sana tersimpan berbagai kepingan sejarah, mulai dari bangunan, kuliner dan beragam kisah.

Salah satu kepingan bersejarah di Pecinan itu adalah sebuah pabrik kopi kuno yang bernama Margo Redjo. Pabrik kopi kuno yang punya nama asli Koffie Branderij Margo Redjo ini berada di Jalan Wotgandul 12 Kota Semarang.

Menyadur dari Ayosemarang.com, nama Margo Redjo mungkin masih asing, namun jika disebut dengan Dharma Boutique Roastery barangkali akan lebih akrab di telinga. Sebab tempat ini sering jadi rujukan bagi para pemilik usaha kopi dalam memperoleh bahan baku untuk dagangannya.

Margo Redjo sendiri merupakan produk kopi yang dikelola secara turun-temurun. Saat ini dikelola Widayat Basuki Dharmowiyono. Basuki, panggilan akrabnya, merupakan generasi ketiga Tan Tiong Ie, sang pendiri pabrik.

Tan Tiong Ie di era kolonial juga bukan sembarang orang. Seperti yang termaktub di buku Orang-Orang Tionghoa (1935) Tan Tiong Ie bahkan masuk dalam daftar crazy rich di Jawa.

“Kopi ini malah bukan didirikan di Semarang, tapi di Bandung. Kakek saya merantau dulu ke sana,” kata Widayat Basuki Dharmowiyono.

Bisnis ini bukan yang pertama dilakukan kakek Basuki ketika mengadu nasib ke Tanah Sunda. Sebelumnya, Tan Tiong Ie membuat roti dan berbisnis kayu. Tidak puas dua pekerjaan, jiwa bisnisnya kembali terpanggil dan membuka usaha baru.

Kemudian pada 1916, Tan Tiong Ie membuka pabrik penyangraian kopi Eerste Bandoengsche Electrische Koffiebranderij Margo-Redjo.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Gagas Tanjung Emas Jadi Pelabuhan Hortikultura

“ 'Margo' itu jalan. 'Redjo' itu kemakmuran. Maksudnya mungkin Jalan Kemakmuran,” terangnya.

Saat mukim di Bandung, Tan Tiong Ie tidak bertahan lama. Dia tidak tega meninggalkan ibunya di Semarang. Lantas dia pulang kampung seraya membawa alat produksi kopi ke Kota Atlas ini.

Semarang Bikin Sukses

Di Semarang, rezeki Tan Tiong Ie ternyata bermekaran. Produk kopi Margo Redjo laris manis dan bisa dikatakan Semarang benar-benar jadi ‘jalan kemakmuran’ untuk Tan Tiong Ie.

Karena laris tadi, Tan akhirnya juga meningkatkan produksi. Bahkan dia harus menambah pegawai. Halaman belakang rumahnya pun sesak oleh aktivitas pabrik. Kunci sukses larisnya usaha kopi dari Tan ini juga karena strategi yang jitu.

Dalam disertasi Alexander Claver di Vrije Universiteit, Belanda yang berjudul "Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java: Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942 (2014)", strategi marketing Margo Redjo memang mantap.

Load More